Oleh: widodomuktiyo | Juli 1, 2008

Bagaimana cara menjual & membangun citra

MENU YANG TERSAJI

”Your Image Always for Your All Customers”

KATA PENGANTAR
PRAKATA

BAGIAN SATU : PERSPEKTIF BISNIS

1 Brand Is Public Relations 1
2 ICSI Versi Jogja 3
3 Ideologi Iklan 6
4 Ingat Waktu,Bukan Ingat Stress 9
5 Kekuatan Keluarga 11
6 Konsumen Emosional 14
7 Puaskah Konsumen Anda ? 17
8 Men-Service Atau Merawat ? 20
9 Marketing “Produk Judi” 23
10 Negosiasi Jitu 26
11 Komunikasi Tak Penting 29
12 Owner Orang Cina 32
13 Lesunya Lebaran 33
14 Marketing Public Relation 35
15 Produk Cina & Otonomi 40
16 Kesetaraan 44
17 Ajinomoto 46
18 Terkenal Atau Terjual 49
19 Iklan = Propaganda 53
20 Tantangan Usaha Retail 55
21 Iklan Sekolah 58

BAGIAN DUA : DIMENSI SOSIAL POLITIK

1 Marketing Politik 61
2 Hutan Wisata 63
3 Good Government & Otonomi 66
4 Eksekutif Bicara Dengan “Power” 69
5 Rusak Lingkungan Siapa Peduli 72

BAGIAN TIGA : MOTIVASI INDIVIDUAL

1 Membangun Kecerdasan Hubungan 75
2 Liburan,I Don,t Give A Damn 78
3 Modal Iman, Perlu Disentuh 81
4 Perang Watak 84
5 I Have Dream 87
6 Tenant Di MDS 90
7 Promosi Dan Wujud Komunikasi 93
8 Marketing Menggoda,PR.Dicuekin 97
9 Bagaimana “Menjual Diri” itu 101
10 Misteri Perilaku Konsumen 103
11 PR itu Intangible tetapi Measurable 107
12 Bersiaplah Menjadi Pemenang 108
13 Membangun Komunikasi dan Citra Positif 111

SEKRETARIS DAERAH
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Ada banyak faktor dan perkembangan yang mempengaruhi peran Public Relations pada era sekarang ini. Kemajuan teknologi informasi, masyarakat yang semakin terdidik dan kritis serta kompetisi yang semakin ketat, baik secara kualitas, jumlah pelaku maupun jangkauan wilayah-nya. Perkembangan ini menuntut setiap perusahaan atau institusi apapun mengoptimalkan peran Public Relations untuk membangun, menjaga ataupun meningkatkan citra institusi di mata stakeholders atau konsumen. Tuntutan ini semakin menunjukkan relevansinya ketika dinamika ekologis institusi semakin tinggi, dimana semakin banyak factor yang memerlukan antisipasi secara cermat dan cepat, sehingga sensitivitas Public Relations yang sangat penting, seperti yang ditempuh Propinsi DIY dengan Jogja Never Ending Asia-nya. Brand ini merupakan upaya membangun citra dan melakukan positioning di tengah-tengah arus globalisasi dan otonomi sekarang ini. Namun brand tersebut akan efektif kalau didukung dengan berbagai aspek lain sebagai bentuk implementasi dari brand tersebut sehingga tercermin dalam performance institusi Pemerintah Propinsi dan masyarakat DIY setiap harinya.
Buku yang materinya diangkat dari diskusi seminar ini merupakan referensi yang dapat dimanfaatkan oleh praktisi Public Relations dalam menghadapi ” day to day ” setiap perkembangan permasalahan yang menjadi tugasnya. Pendalaman tentu masih diperlukan, agar praktisi Public Relations semakin kaya dengan referensi ketika mencari solusi terhadap permasalahan institusi dan mampu memberikan kontribusi optimal terhadap kemajuan institusi.
Selamat atas terbitnya buku “Kebangkitan PR, Pentingnya di Segala Sektor Kehidupan” ini, semoga semakin memperkaya khasanah kepustakaan di bidang Public Relations.
Terima kasih
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Apakah di perusahaan yang belum terkenal, kerja seorang public relations harus lebih keras? Bagaimana cara yang efektif di profesi tersebut ?

kuatnya merk mobil atau motor buatan Jepang dibandingkan dengan Mocin. Atau warung makan dengan franchise asing ternyata punya merk yang sangat dalam bagi konsumen kita. Kesemuanya itu dibangun secara sistematis melalui program PR dalam kurun waktu yang panjang.

gebyar pemilihan ICSI (Indonesian customer Service Index) demikian besar dan banyak perusahaan yang menyambut gembira pada saat merk produknya mendapatkan index yang tinggi. Artinya ia mampu melakukan customer service secara excellent kepada konsumen dan tentu saja keuntunganya segera bisa diraih. Apakah model ini bisa diterapkan di Jogja?

Belum lama ini Jogja membuat gebrakan go internasional dengan label JOgja Never Ending Asia. Sebuah terobosan kreatif yang sebenarnya belum lazim untuk promosi global terhadap sebuah kota dan bukan sebuah Negara. Hanya sayangnya masih sedikit pihak yang bisa memahami makna dibalik kata itu

oleh karenanya kebersamaan komunitas media di Jogja pun patut memberi kontribusi terhadap social complain yang mengarah pada tumbuhnya kesadaran melakukan customer service excellent bagi konsumenya

1

Brand Is Public Relations

Tanya :
Saya kerap kali melihat betapa enaknya manajer marketing ataupun public relations di perusahaan yang sudah sangat dikenal dan mapan. Rasanya kerja mereka tidak seperti yang saya alami sebagai seorang PR diperusahaan kayu yang relative masih kecil. Saya harus pontang-panting untuk meyakinkan public eksternal saya, termasuk membantu marketing dalam memasarkan produk yang kami hasilkan. Apakah di perusahaan yang belum terkenal, kerja seorang public relations harus lebih keras? Bagaimana cara yang efektif di profesi tersebut ?

Faj, Pegawai Swasta

Jawab :
Memang benar, bekerja diperusahaan yang besar dan sudah mapan sistem organisasinya itu membawa implikasi pada model kerja yang lebih sistematis. Namun bukan berarti bekerjanya menjadi lebih ringan dan sepertinya enak. Secara lahiriyah barangkali iya, tetapi tanggung jawab dan job performance-nya jauh lebih di tuntut berdasarkan kriteria yang baku.
Sementara itu apabila anda bekerja di bagian PR yang juga membantu pemasaran, maka “ketenaran” merek produk ataupun perusahaan anda jauh lebih memudahkan keberhasilan pencapaian sasaran perusahaan. Anda lihat di TV, perusahaan penerbangan Garuda mulai aktif beriklan dan sekaligus aktif ber-PR, ternyata hasilnya untuk penerbangan domestik sangat menggembirakan. Si petugas PR tidak perlu meyakinakan publik dengan susah-susah. Inilah merk yang sebenarnya sudah dibangun oleh PR dalam kurub waktu yang lama, sehingga marketing tinggal reminding.
Contoh lain : dibidang otomotif anda saksikan kuatnya merk mobil atau motor buatan Jepang dibandingkan dengan Mocin. Atau warung makan dengan franchise asing ternyata punya merk yang sangat dalam bagi konsumen kita. Kesemuanya itu dibangun secara sistematis melalui program PR dalam kurun waktu yang panjang. Sehingga apabila ada pertanyaan, mampukah soft drink lokal mengalahkan Coca cola, tentu saja jawabanya adalah impossible. Sejarah mencatat bahwa kita selama ini memang kurang berorientasi pada PR dalam menata hidup ini, termasuk dalam kancah politik
Tugas anda adalah tugas sebagai gerilyawan (maaf, bukan pengikut Osama bin laden). Artinya, kreatifitas dan kelugasan anda dalam bertindak benar-benar diuji. Prinsipnya adalah dengan pasukan yang kecil bisa memporak-porandakan sebuah kemapanan yang besar dan anda menjadi punya nama besar.

Expectancy Violations Theory
Dalam bidang komunikasi senjata itu bisa berupa penerapan Expectancy violations theory. Terapkan model interaksi dan komunikasi yang berada diluar pengharapan yang semestinya terjadi sehingga kompetitor merasa terkaget-kaget dan disitulah anda mengambil manfaat yang jauh lebih besar. Misalnya, mainkan stimulan pesan di luar kelaziman (melanggar aturan komunikasi) agar menghasilkan respon yang bikin surprise. Teori pengharapan yang menyimpang ini apabila dimainkan secara cerdik akan menghasilkan keuntungan ganda, terutama dalam kancah negosiasi dan diplomasi.
Dengan kerja yang diluar kelaziman (lateral) maka anda akan berada di posisis yang serba cerdik, sehingga energi yang akan anda hasilkan menjadi minimal tetapi output yang anda hasilkan akan optimum. Sistem gerilya bagi usaha kecil – menenngah masih dimungkinkan untuk dilakukan sebagai “jalan pintas” bagi seorang PR dalam membangun citra merk – nya. Tahapan secara rinci barangkali lebih pas kita diskusikan secara personal, kami tunggu anda dikantor CES.
***

2

ISCI Versi Jogja

Tanya :
Pak Wid, saya melihat gaung dan gebyar pemilihan ICSI (Indonesian Customer Service Index) demikian besar dan banyak perusahaan yang menyambut gembira pada saat merk produknya mendapatkan index yang tinggi. Artinya ia mampu melakukan customer service secara excellent kepada konsumen dan tentu saja keuntunganya segera bisa diraih. Apakah model ini bisa diterapkan di Jogja? Mohon komentarnya !

Maz Dany, Pengurus PR- Club Jogja.

Jawab :
Mas Dany, Jogja itu identik dengan kota kreatifitas dan tidak hanya kota pelajar. Belum lama ini Jogja membuat gebrakan go internasional dengan label Jogja Never Ending Asia. Sebuah terobosan kreatif yang sebenarnya belum lazim untuk promosi global terhadap sebuah kota dan bukan sebuah Negara. Hanya sayangnya masih sedikit pihak yang bisa memahami makna dibalik kata itu, juga sejauh mana prose situ sudah bergulir dan hasil apa yang sudah bisa dinikmati oleh masyarakat pada umumnya? Ini penting, sebab era kominikasi (social marketing dan marketing communication) kita dewasa ini semestinya sudah memasuki tataran masyarakat informasi yang mengutamakan kemanfaatan dan bukan sekedar slogan. Oleh karenanya ICSI versi Jogja layak di follow up secara kreatif pula.
Mengapa demikian? Karena ICSI sebenarnya kegiatan riset yang mencoba mengetahui sejauh mana persepsi konsumen terhadap suatu produk yang beredar. Apabila produk tersebut dinilai dapat memberikan layanan yang memuaskan dan mampu memberikan value kepada konsumen maka ia layak diberi nilai yang positif (berdasar Skala Likert :1-5). Banyak Negara maju yang sudah menerapkan standar tersebut seperti Swedia (Swede’s Customer Stisfaction Barometer Index). Bahkan hasil penilaian masyarakat terhadap merek tersebut dapat mempengaruhi harga saham perusahaanya. Artinya, terjadi peningkatan trust terhadap perusahaan yang kebetulan sudah go public.
Ada aspek lain yang penting dalam penunjang keberhasilan menjual kota Jogja, yaitu pada pada sisi Customer Service itu bisa disajikan oleh segenap pihak yang terlibat dalam kancah bisnis di Jogja. Sehingga ICSI versi Jogja lebih diorientasikan pada evaluasi kualitas layanan yang diberikan kepada publik.
Sementara itu kategori yang dievaluasi bisa dikelompokan dari sektor pemerintah atau public services yang terjadi di dinas-dinas yang melayani sektor publik, baik dilevel kabupaten maupun propinsi. Sedangkan disektor swasta bisa dilihat secara perkomunitas, seperti komunitas pedagang Malioboro, Pedagang di Candi Prambanan, kelompok tukang becak didaerah tertentu dll. Juga dilihat dari masing- masing intitusi swastanya, seperti perusahaan taksi X, biro perjalanan Ydll.
Sudah saatnya institusi seperti PR Club, INPRA ataupun AMA, KADIN, PHRI dan sejenisnya bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam menyikapi ICSI versi Jogja. Ingat ICSI gaungnya bisa besar karena ditunjang oleh media (majalah SWA, institusi profesi dan TV Swasta) oleh karenanya kebersamaan komunitas media di Jogja pun patut memberi kontribusi terhadap social complain yang mengarah pada tumbuhnya kesadaran melakukan customer service excellent bagi konsumenya. Apabila ICSI mengarah pada penilaian terhadap merk produk tertentu maka ICSI versi Jogja diorientasikan pada persepsi masyarakat terhadap lembaga layanan publik dan perusahaan yang berhubungan dengan layanan publik. Kompetisi dalam memberi layanan terbaik dapat menunjang Jogja Never Ending Asia.***

Siapa yang semestinya menjadi filter terhadap maraknya pengabaian norma dan etika beriklan itu, agar konsumen ataupun masyarakat luas terlindungi ?
Kasihan masyarakat kita yang hidup saja sulit tetapi iming-iming yang memabukkan terkadang masih berlebihan.

Iklan kerap kali memsimplifikasikan masalah konsumen, dan hanya produknyalah yang bias mengatasi masalah itu.
Rasionalitas masyarakat dijebak ke dalam angan-angan dan mimpi yang menyenangkan. Syukur-syukur bias terpenuhi namun andaikanpun tidak, tentu tetap bukan salah produknya.

Ideologi iklan mengikuti hokum pasar yang kapitalis, tetapi semestinya mengikuti low enforcement.

Apakah ada cara lain dalam menghadapi situasi yang terus berubah secara cepat ini agar pikiran saya bisa lebih tenteram tetapi usia saya tetap berjalan dengan baik

Kekuatan bisnis dalam era informasi adalah ketersediaan informasi yang berasal dari berbagai sumber yang terkait dan selalu di up-date sehingga dalam segala situasi bias dilakukan decision making process yang tepat.

3
Ideologi Iklan

Tanya :
Pak Wied, saya benar-benar risau dengan berbagai iklan yang ditayangkan oleh berbagai media yang tampaknya mulai kurang memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Contoh : beberapa produk sudah dilarang oleh BPOM (Pemerintah) tetapi iklannya jalan terus dan media tetap memuatnya. Siapa yang semestinya filter terhadap maraknya pengabaian norma dan etika beriklan itu, agar konsumen ataupun masyarakat luas terlindungi ? Kasihan masyarakat kita yang hidup saja sulit tetapi iming-iming yang memabukkan terkadang masih berlebihan. Mohon masukan Pak Wied.
H. Mahasiswa di Jogja

Jawab :
Iklan itu secara definitive merupakan segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui media tertentu, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Pengertian itu jelas menunjukkan bahwa iklan selalu berorientasi pada kepentingan penyajian atau perusahaan dan bukan pada public. Suka ataupun tidak suka ideology iklan itu adalah untuk kepentingan pengiklan.
Perusahaan rela mengalokasikan sejumlah dana sekedar untuk membujuk calon konsumen agar peduli dan mau mengkonsumsi produknya, terlepas apakah memang mujarab, memenuhi kebutuhannya ataupun tidak. Lihat saja iklan obat, sepertinya sekali minum langsung sembuh, iklan sabun sepertinya kita bisa langsung secantik bintang film tersebut atau iklan obat kuat yang secara langsung ”tokcer”. Mengatasi maalah tanpa melihat efeknya. Iklan kerap kali memsimplifikasi masalah konsumen, dan hanya produknyalah yang bisa mengatasi masalah itu. Rasionalitas masyarakat dijebak ke dalam angan-angan dan mimpi yang menyenangkan, syukur-syukur bisa terpenuhi namun andaikanpun tidak tentu tetap bukan salah produknya.
Sebab need and want konsumen terhadap sebuah barang ataupun jasa itu memang sifatnya relatif dan sulit dibuat tolok ukur. Tidak sembuh minum obat tertentu tidak bisa menyalahkan obatnya khan. Pakai sabun tertentu tetapi tetap saja jelek juga bukan salah sabunnya. Sekolah di tempat yang bergengsi tetapi tetap saja jadi pengangguran, salahkah iklan sekolah tersebut ? Juga tidak khan.
Celakanya kita percaya saja seolah tak berdaya. Sementara itu pengiklan dan biro iklan terus mengotak-atik kreativitasnya agar konsumen bisa setuju dengan ide mereka dan sales meningkat. Celakanya kebanyakan kita percaya saja.
Memang, ideologi iklan seperti itu dan tidak bisa disalahkan. Namun iklan terkadang juga kebablasan. Produk yang terkadang ”tabu” dan bertentangan dengan norma susila diterabas saja. Tentu alasannya, wong ada peminatnya koq. Atau, produk yang jelas-jelas sudah dilarang tetapi iklannya jalan terus, alasannya, terlanjur kontrak untuk jangka waktu tertentu. Bisnis periklanan yang speerti ini yang perlu dikritisi dan bahkan dihujat. Dan, media yang seperti itu seyogyanya diingatkan. Etika bisnis rasanya jauh lebih elegan manakala dipertimbangkan dan demi reputasi serta kepentingan jangka panjang.
Di dunia periklanan dikenal tata krama periklanan. Sayangnya, tata krama itu kurang mengikat. Hanya tergantung kepada niat dan hati nurani masing-masing. Apabila ada pelanggaran sanksi tidak jelas, apalagi memberatkan dirinya serta pengawasan dan pembinaan tidak bisa efektif. Sehingga rambu-rambunya sangat terbuka terhadap interpretasi subyektif. Ketidakjelasan tersebut kerap kali menjadikan format iklan yang sumir tanpa batas. Apa itu iklan atau bukan, iklan yang etis atau tidak ?
Di AS misalnya, format huruf dalam iklan saja harus berbeda dengan huruf yang bukan iklan agar masyarakat secara sadar dapat menyikapi ”bombardir” iklan. Biasanya format iklan kita tergantung biro iklan atau langsung produsennya dan media terima jadi dan sepertinya kurang peduli apakah format itu sudah sejalan dengan Tata Krama Periklanan Indonesia, UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 7 Th 1996 tentang Pangan, UU No. 40 Th 1999 tentang Pers, UU No. 1997 tentang Penyiaran dan berbagai peraturan pemerintah seperti PP No. 69 tentang Label dan Iklan Pangan, PP No. 81 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan dan lain-lain. Ataupun iklan yang menyesatkan.
Ideologi iklan mengikuti hukum pasar yang kapitalis, tetapi semestinya mengikuti low enforcement. Barangkali hanya kearifan institusi media yang bisa dijadikan benteng penting dalam mengantisipasi merebaknya fenomena iklan seperti yang anda keluhkan. Mari kita dukung media yang masih punya komitment terhadap kepentingan publik. ***

4
Ingat Waktu, Bukan Ingat Stress

Tanya :
Pak, saya merasakan betapa persepsi terhadap waktu untuk bisnis saat ini menjadi pendek. Setiap saat saya harus waspada dan selalu ganti strategi dalam merebut konsumen, sehingga setiap saat rasanya dikejar stress secara terus menerus. Apakah ada cara lain dalam menghadapi situasi yang terus berubah secara cepat ini agar pikiran saya bisa lebih tentram tetapi usaha saya tetap berjalan dengan baik.
Mohon masukan Pak Wied !
Bp. Mh, seorang pengusaha

Jawab :
Begini Pak, di dalam diri setiap manusia itu sebenarnya selalu melekat sebuah semangat atau motivasi untuk berprestasi (N-Ach) yang kadarnya bisa berbeda-beda. Seorang pengusaha seperti Bapak tentu keinginan untuk maju jauh lebih besar dibandingkan dengan misalkan petani di desa. Semangat yang tinggi disertai dengan kecerdikan yang cukup tinggi dalam suatu bisnis bisa melahirkan keuntungan yang jauh lebih besar. Tapi tetap diingat, bahwa sebuah keuntungan tersebut sebenarnya tidak didapat secara cuma-cuma atau sekedar mengandalkan semangat dan kecerdikan saja, ia selalu menggandeng sebuah unsur resiko.
Dalam situasi sekarang percepatan entitas bisnis apapun jenisnya mengalami interval waktu yang lebih pendek, apalagi yang berbasis dengan teknologi. Ini terjadi karena perkembangan intelektual masyarakat, inovasi produk maupun tren budaya popular berjalan sangat cepat, sehingga siapapun kita dituntut lebih sensitive dan responsive terhadap gejolak pasar. Dan, gejolak pasar saat ini bukan lagi berjalan secara longitudinal, yang mudah diramalkan tetapi pasar yang value-nya setiap saat bisa berganti.

Stressor vs Informasi
Stressor Anda kemudian menjadi tinggi itu hal yang wajar. Yang penting, adalah bagaimana stressor tersebut bisa dikelola dengan baik. Stressor tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya ketidakpastian (uncertainity situation) yang selalu melingkupi kehidupan bisnis Anda. Oleh karena itu factor ketidakpastian itu perlu diminimalkan dengan cara selalu menggali informasi yang mengarah pada situasi yang pasti atau manageable. Layaknya seorang penjual “emas” yang setiap kali buka toko selalu sudah punya data tentang harga yang berlaku secara internasional.
Kekuatan bisnis dalam era informasi adalah ketersediaan informai yang berasal dari berbagai sumber yang terkait dan selalu di up-date sehingga dalam segala situasi bisa dilakukan decision masking process yang tepat. Banyak pelaku bisnis yang hanya mengandalkan naluri tetapi ia mengesampingkan data dan kelugasan SDM-nya sehingga pada saat terjadi accident atau situasi krisis yang muncul adalah situasi panic tanpa solusi yang benar.
Memang, kebanyakan dari kita masih senang dengan pengelolaan diri berdasar management by pressure dan bukan management by informations. Bahwa kita bisa mendapatkan keberuntungan pada saat kita mengalami situasi yang terjepit dan bukan karena memang kaya akan informasi. Untuk sebuah kreatifitas barangkali itu bisa terjadi tetapi untuk menjaga stamina dan ketentraman hidup rasanya perencanaan dan ketersediaan informasi patut dipertimbangkan. Bangunlah system informasi manajemen usaha Anda secara benar agar system kerja Anda bisa lebih mapan. Hargailah diri Anda dengan memberikan peran pada orang lain untuk mengambil keputusan. Itulah proses membagi rasa stress. ***

5
Kekuatan Keluarga

Tanya :
Saya sebagai penyelenggara training SDM pernah menjumpai customer yang memiliki hotel dan dikekola secara kekeluargaan di Jogja, yang selalu merasa dirinya hebat dan tidak butuh training bagi pegawainya. Katanya “ngapain training, wong gini saja jasa hotel saya sudah laris”. Ia terlalu yakin mengandalkan kekuatan jaringan keluarga sehingga sepertinya mengabaikan situasi kompetisi yang membutuhkan layanan yang lebih unggul lagi. Mohon komentar Pak Wied.

NK, tinggal di Jogja

Jawab :
Memang dalam jiwa seorang entrepreneur, seperti pemilik hotel yang anda ceritakan itu selalu terdapat kekuatan yang disebut self confidence atau rasa percaya diri. Keberhasilan seorang entrepreneur adalah manakala ia berhasil mewujudkan impiannya dalam karya nyata berkat tindakan bisnisnya yang didasari oleh rasa percaya diri tersebut. Sehingga rasa percaya diri itu menjadikan keyakinan (ideologinya) dalam menjalankan roda usahanya.
Tidak gampang meyakinkan seorang entrepreneur yang sudah bisa membuktikan keyakinanya tersebut, apalagi anda masih relatif junior. Di samping itu proses meyakinkan terhadap suatu hal pada perusahaan yang dikelola oleh manajemen keluarga dalam kenyataanya jauh lebih sulit. Mengapa ? Pertama, ia biasanya asyik dengan rutinitas kerja yang sudah ditekuni cukup lama dan kebanyakan sebagai founding father-nya atau perintis. Kedua, term of refence yang dipakai selalu berkiblat pada sisi sukses masa lalu dan barangkali masa kini, tetapi sering mengesampingkan prediksi masa depan. Situasi tersebut bisa survive pada periode generasi pertama, tetapi sulit dibayangkan dalam menghadapi kompetisi masa depan yang makin tajam dan saat terjadi alih generasi.

Pertimbangan Profesionalitas
Segenap karyawannya berangkali masih bisa dikelola oleh dirinya sendiri dan ketaatanya lebih disebabkan oleh fakor pengawasan langsung yang masih intent dari owner-nya sehingga standar mutu minimal masih bisa diwujudkan. Sedangkan pasar (captive market) yang dibangun merupakan pasar lama yang bersifat konstan dan lebih mengutamakan sense of solidarity atau kekeluargaan, Lantas bagaimana menyikapinya ?
Cobalah anda banyak belajar dulu dari cerita suksesnya. Menjadi pendengar yang baik merupakan langkah bijak menghadapi orang sukses yang biasanya senang menceritakan kesuksesannya. Setelah itu cobalah bangun percakapan yang mengarah pada pertimbangan profesional dalam menghadapi situasi bisnis yang ternyata diikuti oleh para pelaku yang semuanya profesional dan kuat dukungan dana dan jaringannya. Dari ketelatenan Anda antara menjadi pendengar yang baik dan menyisipkan ide-ide kritis, brilian,saya yakin Anda bisa membangun hubungan yang jauh lebih banyak manfaatnya. Artinya, manakala ia bisa percaya pada Anda maka barangkali yang diberikan kepada Anda akan jauh lebih dari yang kita duga.
Inilah bedanya menghadapi kompetisi yang mengutamakan pendekatan budaya. Dalam tradisi Jawa dikenal “apabila sudah dipangku maka akan mati”. Maksudnya, menghadapi pengusaha tradisional yang sukses Anda harus memposisikan dibawah dulu. Sampai kapan dibawah ? Sampai ia mempercayai kemampuan Anda dan Anda bisa membuktikannya. Apabila Anda hebat maka Anda harus juga punya rasa percaya diri bahwa Anda bisa melakukannya. Proses kesuksesan marketing communication memang perlu disikapi dengan tools (sarana) yang inovatif. Cobalah mainkan tool-tool yang Anda miliki.

Rasionalitas konsumen dalam menentukan pembelian rasanya bisa dikalahkan dengan kecerdikan para pengiklan dan penjual yang langsung menyerbu ke konsumen. Bagaimana cara saya memilih produk agar tidak keliru dan bagaimana perilaku pembelian saya tetap terkontrol ?

Perang promosi yang digencarkan di media ditunjang dengan proses komunikasi transaksional langsung (door to door).

Namun pada saat layanan pemasaran sifatnya personal dan didukung saluran distribusi yang lebih memudahkan konsumen maka konsumen sulit menghindar. Disitulah pilihan produk berdasarkan equitas merk bisa dikalahkan dengan hipnotis komunikasi dua arah secara personal.

Bagaimana cara untuk mengetahui apakah konsumen saya itu butuh kepuasan dan berikutnya apakah konsumen saya itu sudah puas ? Bagaimana pendapat Pak Wied !

Ternyata, kepuasan itu awalnya tidak ada dan baru kelihatan setelah konsumen mendapatkan layanan yang lebih baik. Dan, banyak konsumen yang berperilaku demikian.

Lantas bagaimana mendeteksi kepuasan itu ?
Yang paling sederhana adalah manakala konsumen anda itu tetap kembali setelah pembelian pertama terjadi dan bahkan terus kembali. Konsumen inilah yang pantas anda hargai dengan berbagai excellence service plus yang anda miliki.

Meski gagal ia bisa saja berkata, “kalau berobat di RS X, bagus lho”. Dimensi melayani jauh lebih bermakna dari pada sekedar merawat, tetapi justru pada sisi inilah yang kerapkali ditinggalkan oleh manajemen rumah sakit.

Justru kesadaran manajemen terhadap persoalan layanan inilah yang mampu menutup sisi lemah dari kemampuan tehnis yang barangkali belum bisa dimiliki. Akan ideal manakala kualitas layanan seimbang dengan kecakapan merawat, sehingga hasil menjadi tidak dipersoalkan

Apa yang sebaiknya kita lakukan dalam segala situasi agar kelangsungan suatu usaha dapat terus tumbuh berkembang, tanpa mengenal musim ??

sebenarnya memang ada produk yang tak kenal waktu, yaitu produk judi… Tidak perlu menunggu lebaran dan tanpa marketingpun produk itu laku keras. Bahkan di Bulan Suci Ramadhonpun tidak ada bedanya, hanya pembeli dan penjualnya cenderung lebih sembunyi-sembunyi.

Babak berikutnya konsumen menjadi kecanduan, tidak sekedar loyal. Dengan sistem marketing “door to door” produk itu sangat efektif dikonsumsi oleh konsumen yang hilang rasionalitasnya. Distributor dan pengecer harus diberi prosentase yang menggiurkan pula agar lebih antuasias.

Mohon masukan, trik-trik yang seperti apa agar proses negosiasi terutama dalam mensukseskan marketing di perusahaan jasa kami bisa lebih efektif.

Negosiasi akan makin rumit dan alot manakala tema yang akan dikompromikan membawa implikasi yang strategis bagi pihak-pihak yang terlibat

Harus disadari sebelumnya bahwa dengan berhasilnya output negosiasi itu berarti ada keuntungan yang bisa diperoleh

Pepatah menang tanpa ngasorake nampaknya patut dipegang dan tidak hanya win-win solution. Sebab perasaan menang atau kalah itu merupakan persepsi subyektif

sejauhmana arti penting komunikasi itu bagi keberhasilan individu maupun organisasi dimasa yang akan mendatang, terutama pada saat kita hidup dalam alam industrialisasi dan alam kesejagatan ?

Saat ini kita tidak boleh iri terhadap seseorang yang sebenarnya biasa saja tapi bisa sukses. Atau orang yang pinter, cum laude nilai ijasahnya tetapi nasibnya biasa saja.

Bagi anda yang bekerja di sector jasa, penampilan komunikasi anda akan banyak dituntut dan citra yang anda bangun secara baik akan menentukan kinerja anda , serta membawa implikasi pada citra dan kinerja perusahaan anda

6 Konsumen Emosional

Begini Pak Wied, saya sebagai ibu rumah tangga saat ini sering dibikin pusing dengan banyaknya produk-produk baru yang diiklankan di berbagai media massa dan kemudian secara gencar ditempuh direct-selling di berbagai tempat. Saya dan barangkali para calon konsumen lainnya bisa terjebak dalam menentukan pembelian suatu produk, terutama terhadap kebutuhan sehari-hari. Rasionalitas konsumen dalam menentukan pembelian rasanya bisa dikalahkan dengan kecerdikan para pengiklan dan penjual yang langsung menyerbu ke konsumen. Bagaimana cara saya memilih produk agar tidak keliru dan bagaimana perilaku pembelian saya tetap terkontrol ? Terima kasih banyak Pak Wied , salam dari kami ibu-ibu konsumen potensial produk rumah tangga.
Ibu TS, tinggal di pinggiran kota Jogja.

Salam kembali buat ibu-ibu semua. Begini bu, kita sekarang ini memang benar-benar telah berada dalam kungkungan “system ekonomi kapitalis”, apapun produk atau jasa dengan bantuan teknologi modern bisa diproduksi secara massal. Produk tersebut harus habis dikonsumsi dan siapa yang menghabiskan, tentu konsumen, sehingga konsumen terus digoda agar bersedia mengkonsumsi. Gejala adanya produk massal yang melimpah ini membawa konsekuensi pada gerak marketing menjadi agresif, lebih memikat, makin membuai dan bahkan kerapkali berusaha menghipnotis alam sadar konsumen.
Konsep marketing sering mengandalkan strategi 4P (price, product, place dan promotion). Melalui senjata marketing konvensional (below the line) , strategi 4 P tersebut dipakai untuk memikat dan membuai konsumen tradisional. Bagi produk yang sering anda temukan, yaitu barang-barang keperluan rumah tangga tersebut maka penjualan secara tatap muka banyak ditempuh agar terjadi eksekusi pembelian.
Namun dalam diri konsumen yang makin mediated (sarat kena terpaan media) terutama media on line internet , upaya menghipnotis konsumen berubah menjadi transaksi yang bersifat maya. Pada awalnya adu kecerdasan berkomunikasi bersifat tatap muka langsung , seperti yang ibu alami saat ini, bisa berubah menjadi komunikasi transaksional maya yang lebih update. Bahkan anda bisa pula coba secara interaktif seperti melalui electronic commerce. Amazon.com merupakan toko maya yang bisa hadir atau anda undang setiap saat.

Perspektif Experiental
Namun secara prinsipal, orang marketing selalu memanfaatkan perspektif experiental, yang menekankan adanya tindakan pembelian yang didasarkan atas emosi dan perasaan konsumen. Seperti dalam menjual perlengkapan rumah tangga yang ditembak adalah kalangan ibu-ibu, menjual produk kendaraan yang ditembak juga ibu-ibu, mengikutsertakan bimbingan belajar bagi anak-anaknya yang dituju ibunya dan bahkan berbagai produk penjualan dengan system kreditpun yang dilirik tetap ibu-ibu. Mengapa? Inilah tanda pengambilan keputusan pembelian yang banyak mempertimbangkan emosi dimiliki oleh ibu-ibu.
Setiap produk punya kualifikasi tertentu yang sifatnya subyektif. Misalnya kualitas produk ataupun tingkat harga yang dipatok itu mempunyai multi perspektif. Bagi konsumen yang mencerna promosi/iklan secara sepihak (one way communication) melalui media, maka ia lebih siap dan tidak gampang terjebak dalam perspektif produsen. Efek kognitif yang ia terima tidak serta merta bisa mempengaruhi perilaku. Namun pada saat layanan pemasaran sifatnya personal dan didukung saluran distribusi yang lebih memudahkan konsumen maka konsumen sulit menghindar. Disitulah pilihan produk berdasarkan equitas merk bisa dikalahkan dengan hipnotis komunikasi dua arah secara personal. Kasus penjualan Mobil Ferrari di Indonesia malahan mengutamakan interpersonal relations dan mengabaikan iklan media.
Bagi ibu-ibu yang punya banyak waktu siang hari di rumah, cobalah anda terus siaga menjadi negotiator ulung saat menghadapi sales agresif yang mengetuk pintu anda. Apabila anda merasa tidak siap secara emosi maka jalan terbaik adalah tidak usah menemuinya. Namun manakala anda memang sedang membutuhkan produk tersebut maka saat itulah waktu yang tepat untuk mengetahui product knowledge secara rinci tanpa rasa sungkan. Waspadalah, bahwa tamu anda itu ingin merebut hati anda , meski mereka seolah membantu anda.
Membeli adalah proses manusiawi tetapi apabila membeli tanpa memperhatikan resiko keuangan dibelakang hari hanyalah proses menyiksa diri. Oleh karena itu bangunlah kesadaran rasional dalam menghadapi sales dimanapun anda temukan. Selamat berkomunikasi.***

7 PUASKAH KONSUMEN ANDA ?

Beberapa kali saya mengikuti seminar marketing yang mengangkat tema-tema yang menarik dengan pembicara yang “ngetop”. Setelah saya renungkan rasanya orientasi pembahasanya selalu berpijak pada seputar interaksi antara produsen dengan konsumen dan kemudian bagaimana cara produsen mensikapi konsumen sehingga konsumen mau menggunakan barang atau jasa yang kita hasilkan. Olahan praktis dan empiris itu seolah-olah seperti obat yang mujarab, tetapi yang saya alami dalam praktek terkadang sulit saya terapkan. Yang paling mendasar saja misalnya bagaimana cara untuk mengetahui apakah konsumen saya itu butuh kepuasan dan berikutnya apakah konsumen saya itu sudah puas ? Bagaimana pendapat Pak Wied !

San, tinggal di Jogja.

Maz San, bicara soal marketing adalah bicara soal bagaimana menggerakkan ujung tombak mesin ekonomi anda. Sebagus apapun produk yang anda hasilkan manakala tidak terkonsumsi sesuai dengan rencana bisnis yang anda tetapkan maka hanya “omelan” atau sumpah serapah saja yang muncul, bahkan tidak jarang kemudian mencari “kambing hitam “ di internal bisnis anda. Konflik menjadi menajam , sementara itu cost of money jalan terus alias usaha menjadi merugi.
Di dalam bisnis persoalan rasio, naluri dan instuisi sebenarnya memegang peranan penting dan harus berjalan secara parallel, tidak hanya sekedar teks book thingking yang bersifat rasional saja. Jangan mengabaikan kombinasi sikap bisnis entrepreneur yang penting tersebut. Misalnya, dalam memahami kharakter konsumen “Sesuatu yang baik atau bagus menurut anda belum tentu dikatakan baik atau bagus oleh calon konsumen anda”. Rasionalitas saja terkadang tidak cukup.
Kenapa demikian ? Banyak konsumen yang mengkonsumsi suatu produk itu dengan apa adanya tanpa merisaukan puas tidaknya selama proses mengkonsumsi. Mereka baru sadar pada saat mereka mendapatkan sesuatu secara lebih dari yang diharaapkan. Nah, ia baru menyadari adanya kepuasan. Selama ini selalu dibahas bahwa kepuasan itu terjadi manakala kepuasan yang diharapkan (gratification sought) dapat terpenuhi selama proses mengkonsumsi (gratification obtain). Ternyata, kepuasan itu awalnya tidak ada dan baru kelihatan setelah konsumen mendapatkan layanan yang lebih baik. Dan, banyak konsumen yang berperilaku demikian. Konsep ini yang semestinya diterapkan dalam bisnis anda.
Sementara itu apabila konsumen gagal mendapatkan layanan standart maka mereka juga baru sadar bahwa ia merasa tidak puas. Sehingga ketidakpuasanpun sulit dicarikan patokan bakunya. Yang lebih rumit bahwa ketidakpuasan yang bisa/ mampu diketahui oleh penyedia barang atau jasa itu ternyata hanya sekitar 4 % dari seluruh ketidakpuasan yang dirasakan oleh para konsumen (Ninik Wulandari, 2001). Artinya, banyak konsumen yang diam walaupun ia tidak puas.
Gunung es ketidakpuasan yang tidak diketahui produsen tersebut patut diterima sebagai sebuah ancaman. Karena justru efek ketidakpuasan yang tidak terdeteksi itu akan bergulir secara “mulut ke mulut” di lingkungan calon konsumen, yang akibatnya terkadang kita sendiri sering tercengang. Kenapa penjualan menurun ? Kenapa omset tidak tercapai ? Meskipun tidak atau hanya sedikit sekali yang complain. Inilah ketidakpuasan yang merupakan misteri bagi produsen dalam masyarakat yang lebih suka ambil senjata diam tetapi malahan bisa ngomong banyak kepada relasinya tentang kejelekan kita.
Lantas bagaimana mendeteksi kepuasan itu ? Yang paling sederhana adalah manakala konsumen anda itu tetap kembali setelah pembelian pertama terjadi dan bahkan terus kembali. Konsumen inilah yang pantas anda hargai dengan berbagai excellence service plus yang anda miliki. Yang lebih maju, manakala anda mampu mencipta respons secara timbal balik terhadap persepsi dan apa yang dirasakan konsumen secara berkelanjutan. Misal, mintalah respon secara informal dalam komunikasi yang santai. Atau , pahami perilaku konsumen secara non-verbal selama ia melakukan proses transaksi. Kepekaan dalam non verbal communications jauh lebih bermanfaat dalam mengetahui kepuasan konsumen anda. ***

8 MEN-SERVICE ATAU MERAWAT ?

Begini Pak Wied, Saya punya pengalaman bahwa saudara saya itu kerapkali berobat di salah satu rumah sakit swasta di Jogja, tetapi akhirnya keluarganya tersebut meninggal. Ia sudah kehilangan banyak biaya namun pasien tetap tidak tertolong. Bayangan saya, ia pasti kecewa sebab antara harapan, pengorbanan dan hasil yang ia terima jauh dari yang diharapkan. Bagaimana Pak Wied dengan kondisi yang demikian itu, sisi mana yang secara cerdik dimainkan oleh pihak rumah sakit dan layanan macam apa lagi itu (hasil tidak tercapai alias gagal berobat tetapi puas) ?
Had, di Jogja

Memang dalam institusi jasa, seperti sebuah rumah sakit itu segalanya bisa terjadi. Dimensi dan ruang lingkup menjadi sangat luas. Kondisi ini yang terkadang disepelekan oleh beberapa institusi jasa. Kita mesti ingat bahwa layanan jasa itu sifatnya sekali pakai, tidak bisa diulang dan tidak bisa dilihat ataupun diraba akan tetapi sangat dirasakan. Atau dalam bahasa yang lain, proses produksinya berbarengan dengan konsuminya, tanpa sempat di QC (quality control)

Rumah Sakit itu Unik
Tetapi justru karena sifat itulah layanan jasa rumah sakit menjadi sulit ditiru oleh pabrikan pada umumnya. Pada saat kita mengkonumsi barang dengan pengorbanan yang tinggi tetapi hasil dari mngkonsumsi produk tersebut jauh dari yang diharapkan maka terjadilah “putus hubungan”. Sementara itu dalam kasus anda terlihat bahwa kepuasan itu bisa digapai pada saat harapan tidak tercapai, yaitu mengantar pasien untuk berobat dan tentu untuk cari kesembuhan.
Meskipun tugas rumah sakit itu merawat orang sakit, terbukti bahwa tidaklah selalu benar hanya merawat orang sakit saja. Justru “melayani” orang sakit dan seluruh keluarga pasien ternyata punya nilai plus dalam membangun persepsi positif konsumen dan bahkan tidak jarang menumbuhkan loyalitas. Meski gagal ia bisa saja berkata, “kalau berobat di RS X, bagus lho”. Dimensi melayani jauh lebih bermakna dari pada sekedar merawat, tetapi justru pada sisi inilah yang kerapkali ditinggalkan oleh manajemen rumah sakit.
Tolok ukur perawat bagus, hanay apabila ia bisa secara tehnis mengerjakan tugasnya merawat si yang sakit secara cekatan dan “tegelan”. Atau, si cleanging service hanya dinilai dari bersihnya lantai tanpa memperhatikan bagaimana ia mengepel dengan tanpa menghormati konsumen yang sedang berada ditempat tersebut. Cara pandang melihat SDM secara teknikal saja dalam masyarakat yang makin terdidik dan kritis bisa jadi bumerang, karena pasal “menyepelekan”, “kurang ajar”, “ kampungan” dll pasti akan keluar dari mulut konsumen; lebih celaka apabila pimpinannya malah “dilabrak” atau terpampang berita negatif di media.
Memang ironis Mas, belajar persoalan tehnis bisa memakan waktu lama dengan biaya tinggi tetapi pada saat membangun etos services hanya disediakan dana ataupun waktu hanya 2 jam. Seperti layaknya happy-happy saja. Pola pikir yang seperti itu tentu tidak akan mungkin menghasilkan kasus yang anda ceritakan. Justru kesadaran manajemen terhadap persoalan layanan inilah yang mampu menutup sisi lemah dari kemampuan tehnis yang barangkali belum bisa dimiliki. Akan ideal manakala kualitas layanan seimbang dengan kecakapan merawat, sehingga hasil menjadi tidak dipersoalkan. Apalagi budaya kita masih berlaku bahwa masuk rumah sakit itu bukan karena merasakan ada gejala sakit akan tetapi sudah tidak bisa apa-apa.

Layanan Khas Jawa
Hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin dari sebuah excellence service. Namun etos seperti itu perlu ditatah, diukir dan diberi iklim yang segar secara terus menerus oleh manajemen. Tentu, karena konsumen tetap saja manusia maka aspek layanan merupakan essensi manusiawi yang menjadi hak bagi siapapun. Orang Jawa punya idiom “apabila dipangku maka akan mati” itulah layanan paripurna kepada konsumen.
Hanya saja perlu diingat bahwa melayani dan merawat harus menyatu dalam setiap tindakan sehingga tidak ada kesan menggurui konsumen (pasien atau keluarganya) meski dalam komunikasi kesehatan hubungan antara dokter/perawat dengan pasien/keluarga pasien itu tidak setara (powerfull si dokter berhadapan dengan powerless pasien). Posisi powerfull tetapi bisa melayani secara paripurna itulah yang semestinya terus dibangun. Dalam terminologi bisnis, kesadaran terhadap services adalah kesadaran daya saing, sehingga tidak bisa diremehkan manakala kita ingin menjadi pemenang. Tancapkan services SDM anda sebagai senjata untuk membangun loyalitas konsumen. ****
9 Marketing Produk Judi

Phenomena menjelang lebaran nampak mulai kelihatan yaitu tingkat penjualan untuk barang-barang tertentu mulai ramai dikunjungi orang bahkan ada yang sampai kewalahan. Tetapi, situasi itu hanya berlaku sesaat dan setelah itu terjadi kelesuan yang luar biasa. Apalagi dalam kondisi krisis seperti ini. Apa yang sebaiknya kita lakukan dalam segala situasi agar kelangsungan suatu usaha dapat terus tumbuh berkembang, tanpa mengenal musim ??
Ibu Tt, pengusaha di Jogja

Ibu Tt, pertanyaan anda menarik tetapi ramuan obat mujarab agar usaha anda bisa “laris terus” seperti menjelang lebaran itu sulit disederhanakan. Ada berbagai faktor penyebab, seperti besarnya permintaan atau daya beli secara tiba-tiba (timing factor), ada perubahan pola orientasi konsumsi ( orientation factor) dan pemenuhan need dan want secara bersamaa ( status factor).
Lebaran adalah moment istimewa, konsumen yang merayakan kerapkali berperilaku diluar kelaziman. Konsumen memandang bahwa mengkonsumsi sejumlah produk di masa lebaran hukumnya menjadi wajib, meskipun terkadang dipaksanakan. Tuntutan kebutuhan sudah bergeser dari kebutuhan sekunder ataupun tersier menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Dan, kebutuhan/keinginan terserbut bukanlah kebutuhan individual tetapi sudah meluas dalam konteks keluarga (extended family), semacam kebanggaan, harga diri/martabat dan citra keluarga. Sentimen citra diri dan keluarga menjadi garapan empuk para produsen. Bahkan rasionalitas dalam pengambilan keputusan semestinya patut dipertanyakan.
Contoh, menjelang lebaran tumbuh keberanian yang lebih dalam mengkredit mobil, motor, kulkas dan sejenisnya. Lebaran menjadi ajang unjuk kesuksesan diri dan media untuk “sombong” sejenak. Perilaku konsumen yang seperti itu tidak bisa diciptakan disetiap saat, sehingga bagi produsen yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan momentum itu secara maksimal. Misal, dalam spekulasi menstock produk, bermain harga (berdasar hukum supply demand) dan sebagai ajang untuk “menancapkan merk”. Karena konsumen baru “hidup royal” dan pesta.
Tetapi sebenarnya memang ada produk yang tak kenal waktu, yaitu produk judi. Produk yang dijual adalah “sebuah janji” yang muncul dalam sederet angka yang ditulis sendiri. Tidak perlu menunggu lebaran dan tanpa marketingpun produk itu laku keras. Bahkan di Bulan Suci Ramadhonpun tidak ada bedanya, hanya pembeli dan penjualnya cenderung lebih sembunyi-sembunyi. Kenapa ini saya angkat ?. Tentu, saya tidak bermaksud mengajari anda menjadi bandar judi. Tetapi gejala itu bisa dicermati sebagai cermin dalam mencipta produk maupun dalam strategi marketingnya.
Perhatikan, sudahkan produk yang anda hasilkan itu apa sudah memberikan sebuah janji ? Coba, anda perhatikan iklan makanan/minuman di TV, ternyata hampir semua produknya memberikan janji. Dari kesegarannya, kekuatannya sampai rela dicium pacar. Tetapi, janji yang dibangun apakah itu bisa terpenuhi ? Hati-hati dengan dalam membuat janji. Sebab manakala janji itu hanya fatamorgana maka bisa menjadi bumerang. Lain dengan “janji judi”, tahap awal mencicipi (konon disengaja oleh para bandar agar pemula atau wilayah tertentu dengan hanya dua nomoran itu tembus, janji menjadi terpenuhi). Babak berikutnya konsumen menjadi kecanduan, tidak sekedar loyal. Dengan sistem marketing “door to door” produk itu sangat efektif dikonsumsi oleh konsumen yang hilang rasionalitasnya. Distributor dan pengecer harus diberi prosentase yang menggiurkan pula agar lebih antuasias.
Pelajaran yang bisa diambil adalah ciptakan perangsang baru dalam setiap produk yang dihasilkan, seperti tambahan kupon yang diundi, bonus, gift, privelage service sesuai dengan timing, segmentasi dan citra produk anda. Perangsang baru tersebut sebaga marketing tool yang harus selalui dimodifikasi. Yang kedua, adalah hargai distributor ataupun pengecer anda secara excellance, sebab justru merekalah kunci sukses anda. Jadikan mereka menjadi bagian dari bisnis anda. Selamat menikmati musim lebaran dan belajar dari marketing judi agar hari itu selalu indah. So, enterprenuer have to break human communication barriers for the customer. ***

10 Negosiasi Jitu

Berbagai perjanjian yang bisa disepakati ternyata melalui proses yang panjang. Saya sebagai orang yang sering ditunjuk perusahaan untuk melakukan negosiasi dengan pihak lain kerapkali direpotkan oleh berbagai hal yang sebelumnya tidak saya duga. Mohon masukan, trik-trik yang seperti apa agar proses negosiasi terutama dalam mensukseskan marketing di perusahaan jasa kami bisa lebih efektif.

Indri, Staf Marketing

Negosiasi itu proses komunikasi yang sangat dinamis. Maunya pihak tertentu selalu menempatkaan dirinya pada posisi yang paling diuntungkan. Bahkan kalau bisa, meraih yang terbaik diantara yang baik-baik. Tetapi, tentu saja pihak yang lain juga punya pemikiran yang sama. Disitulah terjadi adu strategi komunikasi dan negosiasi yang masing-masing menggunakan senjata the best one-nya.
Negosiasi akan makin rumit dan alot manakala tema yang akan dikompromikan membawa implikasi yang strategis bagi pihak-pihak yang terlibat. Misalkan, anda mencoba menawarkan sebuah solusi jangka panjang terhadap jasa yang bisa digunakan oleh pihak lain. Meskipun belum ada penelitian, namun dapat dilihat bahwa makin penting suatu hal yang harus dinegosiasikan maka semakin banyak variable yang perlu dipertimbangkan dan semakin membutuhkan waktu yang lama.
Mainkan Konsesi
Gambaran tersebut perlu disadari, karena kerapkali negosiasi itu membutuhkan stamina yang maraton. Kapan harus memberi konsesi (sesuatu yang menguntungkan pihak lain) dan kapan kita harus mendapat konsesi. Perimbangan konsesi antara kedua belah pihak secara bertahap perlu terus diusahakan agar proses negosiasi bisa berjalan terus. Hindari kebuntuan negosiasi dengan mencipta konsesi yang menarik bagi pihak lain, sehingga negosiasi berjalan kembali.
Harus disadari sebelumnya bahwa dengan berhasilnya output negosiasi itu berarti ada keuntungan yang bisa diperoleh. Secara ringkas dalam buku Contract Negotiation Handbook dipaparkan tahapan yang perlu secara kritis, yaitu tahap pembukaan, biasanya mencakup merencana pertemuan dan materi yang akan dibahas. Pada tahap ini perlu diperhatikan waktu dan tempat yang paling favourable agar membawa kesan yang membekas.
Apabila tahap pertama mengalami persoalan maka perlu dibuat tahap peninjauan kembali dengan mengadakan penyempurnaan terhadap tujuan bersama yang hendak dicapai. Tahap ini mulai membuat statement yang membawa konsekuensi terhadap suatu konsesi yang kemudian ditindak lanjuti dengan tahap tindak lanjut yang merupakan hasil penyesuaian atas permintaan kedua belah pihak. dengan demikian tahap berikutnya bisa dilakukan, yaitu tahap pengidentifikasian , yang sebenarnya sudah bisa dibilang 90% mendekati kesepakatan. Baru diakhiri dengan tahap akhir yang merupakan tahap penandatanganan kontrak.
Keberhasilan negosiasi tersebut sepertinya hanya melibatkan dua pihak saja, padahal factor-faktor dari pihak lain sangat menentukan keberhasilan proses negosiasi tersebut sehingga horizon selama negosiasi jangan terjebak pada dua pihak saja. Skenario baru bisa saja terjadi, oleh karenanya anda perlu punya informasi baru dan selalu di-update agar keuntungtan optimum bisa diraih. Pepatah menang tanpa ngasorake nampaknya patut dipegang dan tidak hanya win-win solution. Sebab perasaan menang atau kalah itu merupakan persepsi subyektif. Ciptakan anda pemenangnya dan pihak lain tetap merasa bahagia. ***

11 Komunikasi Tak Penting ?

Setelah beberapa kali mengikuti seminar dan pelatihan dalam bidang public relations, saya merasakan sekali kelemahan saya, baik secara individu maupun kaitannya dengan pekerjaan dimana saya selama ini bekerja di sector jasa. Namun anehnya, perhatian terhadap peningkatan kecakapan dalam bidang komunikasi masih disepelekan oleh kebanyakan anggota masyarakat.
Dalam kesempatan ini saya mau menanyakan, sejauhmana arti penting komunikasi itu bagi keberhasilan individu maupun organisasi dimasa yang akan mendatang, terutama pada saat kita hidup dalam alam industrialisasi dan alam kesejagatan ? Terima kasih atas tanggapaannya.

Emi T, pegawai di perusahaan swasta.

Sebagai seorang manusia kita ini berbeda dengan mesin. Harus diakui , selama ini kita berada dalam rejim otoritarian. Pola komunikasi yang diagungkan adalah komunikasi satu arah, pihak yang satu diposisikan superior sebagai atasan dan pihak yang lain inferior sebagai bawahan dan kebenaran maupun keabsahan pesan itu harus berasal dari atas sehingga kita semua ini menjadi mekanis , menjadi pribadi yang kaku dan rigid.
Dulu Bung Harmoko memproklamirkan istilah “komunikasi sambung rasa”, tetapi yang berhak punya rasa hanyalah atasan saja. Inilah pengingkaran terhadap realitas komunikasi sebagai human communication. Pada saat kita memasuki tatanan nilai yang mengutamakan kompetisi dan kemandirian maka disitulah kita mengalami keterkejutan budaya, termasuk budaya berkomunikasi. Semua persoalan hidup itu tidak bisa dipandang hitam-putih, kelenturan dalam negosiasi selalu kita temui dalam kehidupan sehari-hari dan sebuah prestasi itu tidak bisa berjalan sendiri sehingga perlu kemampuan berargumentasi untuk meyakinkan kepada pihak lain.
Saat ini kita tidak boleh iri terhadap seseorang yang sebenarnya biasa saja tapi bisa sukses. Atau orang yang pinter, cum laude nilai ijasahnya tetapi nasibnya biasa saja. Bahkan dalam organisasi bisnis sering kita temukan kesuksesan organisasi karena kelihaian dalam melakukan negosiasi ataupun komunikasi bisnis. Banyak hal yang sebenarnya bisa dilihat sejauhmana komunikasi itu mampu memberikan value added pada masing-masing individu ataupun perusahaan, namun kita selalu ataupun kerap menyepelekan . Karena sejak lahir hingga sekarang komunikasi itu dipandang sebagai aktifitas alamiah – tak perlu dipelajari ataupun ditingkatkan.

Studi Komunikasi itu Penting
Komunikasi itu menjadi lifeblood (darah penghidupan) bagi individu dan organisasi. Bahkan sejak jaman Yunani, para filosof seperti Plato dan Aristoteles sudah memperhatikan arti penting komunikasi dalam bentuk rhetorika, propaganda dan berbagai bentuk speech communication lainnya. Secara teoritis juga sudah dikembangkan pendekatan human relations yang sarat dengan urgensi komunikasi oleh para ahli manajemen, yang kemudian berkembang dengan pesat di Harvard Business School dan Minchigan University. Dalam komunikasi social tokoh besar aliran kritis seperti Habermas juga menaruh perhatian pentingnya komunikasi dalam menumbuhkan partisipasi social.
Pendek kata, komunikasi itu mudah diucapkan tetapi tidak begitu gampangnya dilaksanakan. Oleh karena itulah dalam masyarakat dan lingkungan kerja yang makin mengutamakan service excellence, kinerja yang excellence dan system kerja yang efektif maka tidak bisa tidak kecakapan komunikasi perlu ditanamkan secara terencana dengan mendasarkan diri pada PDCA (plan, do, check dan action).
Bagi anda yang bekerja di sector jasa, penampilan komunikasi anda akan banyak dituntut dan citra yang anda bangun secara baik akan menentukan kinerja anda , serta membawa implikasi pada citra dan kinerja perusahaan anda. Seperi di kalangan birokrasi, produk birokrasi adalah layanan jasa tetapi sering kali justru problem utama birokrasi adalah pada bobroknya layanan public yang semestinya dilakukan. Sehingga sense of crisis pimpinan daerah dalam menghadapi SDM di era otonomi daerah yang seperti itu perlu dipoles habis-habisan berkenaan dengan kecakapan komunikasinya.
Persoalan berikutnya adalah how to improve our communicatin skill ? Inilah persoalan yang mesti dipecahkan secara sistematis. Komunikasi itu tidak bisa lepas dari konteks. Setiap individu ataupun perusahaan selalu hidup dalam konteksnya yang khas/unik. Oleh karena itu terapi komunikasi perlu diselaraskan dengan konteknya. Terapi orang yang lama hidup di birokrasi tentu akan beda dengan terapi bagi pegawai swasta. Disamping itu visi dan misi yang sudah dicanangkan akan membimbing kecakapan komunikasi para karyawannya. Tentu, Mbak Emi belum puas. Inilah komunikasi makin digali, disitulah kita temukan kelemahan. Akhirnya, cobalah mulai dengan melakukan audit komunikasi (bukan audit uang lho) dalam keseharian anda. Dan jawablah pertanyaan ini; Sudahkah saya berkomunikasi dengan efektif ? Sudahkah tujuan saya berkomunikasi tercapai ? ***

Karyawan yang sama ras dengan owner akan mendapatkan penghargaan yang lebih dibandingkan dengan karyawan pada umumnya. Bahkan kerapkali menjadi orang kunci di perusahaannya
, apakah perlakuan seperti itu justru bisa menumbuhkan daya saingnya atau malahan sebaliknya

Sehingga tidak aneh apabila kita melihat hebatnya jaringan bisnis keluarga di kalangan orang Cina dan sangat sulit untuk ditembus oleh siapapun.

saya merasa lebaran kali ini nampaknya kurang begitu menggembirakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Tanda-tanda jaman yang mengarah kemana ini pak

produk anda (garment) dewasa ini terpaksa harus bersaing dengan para pemain yang semula aktif dipasaran internasional (eksport). Karena eksport macet maka mereka ikut bermain di pasar nasional.

Satu sisi regulasi yang mulai netral mengikuti makanisme pasar yang murni ini jelas merugikan para pelaku tradisional yang belum siap bersaing secara global dan bebas.

Pihak manajemen mulai aktif mengembangkan pendidikan dan pelatihan bagi SDM-nya dengan materi MPR tersebut. Apa sebenarnya substansi dari kajian tersebut dan relevansinya bagi perusahaan.

.

Antara marketing dengan PR mempunyai fungsi dan peranan yang bisa berdiri sendiri. Masing-masing mempunyai sasaran yang berbeda… PR lebih berorientasi pada terwujudnya bangunan citra (citra personal pegawainya, produk maupun korporasinya) maupun understanding dan good will dalam konteks stakeholdernya, sehingga evaluasinya lebih berdimensi jangka panjang.

MPR merupakan perpaduan dua fungsi yang berbeda (Marketing & PR) dalam suatu proses yang berkesinambungan, saling terkait dan saling memperkuat

Namun setelah setengah tahun ini saya mencobanya, saya mulai berpikir kembali, apakah prospek usaha saya yang satu ini bisa lebih baik ? Belum lagi, saya melihat nampaknya kebijakan otonomi daerah yang sekarang telah bergulir belum berpihak pada pengusaha kecil-menengah di daerah.

Secara matematis, memang usaha Mochin memiliki profit margin yang tinggi (bisa sekitar 60 %). Tapi ingat, ada gium bisnis bahwa high profit identik dengan high risk.

anda tidak perlu risau dengan gaung otonomi daerah yang seolah tidak berpihak pada kelompok pengusaha daerah, seperti anda. 12 Owner Orang Cina

Dalam jalinan kerja di beberapa perusahaan yang dimiliki oleh orang Cina atau Tionghoa sering memperlakukan karyawan secara berbeda. Karyawan yang sama ras dengan owner akan mendapatkan penghargaan yang lebih dibandingkan dengan karyawan pada umumnya. Bahkan kerapkali menjadi orang kunci di perusahaannya. Bagaimana menurut Pak Wied, apakah perlakuan seperti itu justru bisa menumbuhkan daya saingnya atau malahan sebaliknya. Apalagi kita segera memasuki era pasar bebas
JD, mantan pegawai bank swasta.

Pada prinsipnya, setiap pemilik perusahaan (termasuk orang Cina/Tionghoa) mempunyai otoritas yang luas terhadap kelangsungan usahanya. Ia mempunyai visi dan naluri bisnis yang jauh ke depan, sedangkan para manajer dan staffnya menjadi penterjemah gagasan tersebut secara professional. Keselarasan antara pemilik dan pelaksana akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan bisnisnya. Yang anda persoalkan, apakah perbedaan perlakuan itu fair ? Apa bukan malah menjadi bumerang ? Tentu, kita tidak bisa menyederhanakan persoalan.
Mari kita pahami budaya perusahaan. Setiap budaya perusahaan pasti mempunyai norma dan aturan yang dijadikan sebagai pedoman berperilaku dan berkomunikasi antar anggotanya. Sebagai norma, ia menjadi standr moral dan etika bekerja. Sedangkan sebagai aturan, ia menjadi lebih pasti dan formal dalam mengarahkan anggotanya untuk mencapai tujuan (produktifitas kerja). Sehingga sosok perusahaan yang dimiliki orang Cina tidak lepas dari kultur yang melekat pada si empunya. Lantas seperti apa wujudnya ?

Budaya Orang Cina
Konsep diri orang Cina sangat berbeda dengan paham barat yang liberal dan bebas. Bahwa diri orang Cina terasa belum lengkap manakala ia belum mampu melakukan pertukaran hati (xin) untuk melengkapi keutuhan dirinya (ren), yang banyak dicontohkan dalam Bahasa Cina (Sun, 1991). Sifat yang tidak lengkap tersebut menjadikan dirinya cenderung berinteraksi secara intens walaupun hanya terbatas pada kelompoknya (insider atau ingroup) terutama yang berbasis pada keluarganya. Sehingga tidak aneh apabila kita melihat hebatnya jaringan bisnis keluarga di kalangan orang Cina dan sangat sulit untuk ditembus oleh siapapun.
Situasi seperti ini akan nampak dalam budaya kerja. Budaya orang Cina membedakan secara jelas adanya istilah orang dalam (zi ji ren) dan orang luar (wai ren). Cara menjadi orang dalam itu bisa secara otomatis karena merupakan anggota keluarganya, koleganya dan tentu saja yang sama rasanya. Sedangkan orang lain bisa menjadi orang dalam karena proses selektif. Siapapun yang ingin menjadi orang dalam harus mampu membangun hubungan khusus yang lama, baik ditempat kerja ataupun diluar kerja. Manakala seseorang sudah mampu melakukan kegiatan saling menolong dan mampu berbagi informasi secara intens, inilah awal pengakuan sebagai orang dalam. Bahkan orang Cina akan menyebutnya sebagai anggota keluarganya (peng you ru jia ren).
Menatap realitas Budaya Cina yang seperti itu, barangkali perbedaan yang anda sampaikan merupakan wujud dari normal budaya yang mereka yakini. Tetapi dalam proses waktu tertntu mestinya cara pandang yang sama harus diberlakukan. Misal setelah sekian bulan bekerja maka pengakuan yang sama perlu diberlakukan. Namun demikian sulit kita memaksakan diri secara normative sebab nilai-nilai yang dianut lebih dominan pada pertimbangan norma (yang memperhatikan unsur moral dan etika) dan bukan semata-mata aturan bakunya saja.

13 Lesunya Lebaran

Pak Wied, saya merasa lebaran kali ini nampaknya kurang begitu menggembirakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya terutama bagi saya dan beberapa rekan saya pedagang yang jualan di Pasar Beringharjo. Padahal musim lebaran sebenarnya menjadi dambaan kami semua. Tanda-tanda jaman yang mengarah kemana ini pak. Mohon masukannya.

Sn, Pedagang Pakaian

Pak Sn. Secara sederhana kita harus mulai sadar bahwa dari waktu ke waktu situasi kompetisi itu makin menajam dan makin merasuk di segala lini produk dan disetiap tempat. Di pasar ini seperti yang anda geluti, justru merupakan ajang yang paling hebat tingkat persaingannya. Disitulah para penjual dan pembeli dituntut bisa bernegosiasi secara cerdik baik dalam penentuan tingkat harga, cara pembelian maupun kepandaian dalam membangun kepercayaan. Dan, ujung-ujungnya adalah harga menjadi kompetitif (low price – low profit margin), pembayaran tempo / “ngalap nyaur” (delayed payment) dan terkadang kerap membuahkan piutang yang tidak tertagih bahkan bisa menjadi konflik tidak bermutu (low rasionality argument), terutama para penjual dengan pembeli yang akan dijual lagi.
Situasi demikian menjadi hal yang lumrah pada saat permintaan jauh lebih besar dibandingkan penawaran terhadap produk yang tersedia dipasar. Atau daya beli masyarakat (purchasing power) masih cukup kuat sehingga pasar tetap dinamis dan cenderung sehat. Sedangkan yang anda alami saat ini nampaknya mengarah pada lesunya daya beli dan membludaknya penawaran produk dipasar sehingga tingkat harga menjadi tidak wajar (merugikan pelanggan) dan persaingannya menjadi tidak sehat, karena kecilnya kue yang harus diperebutkan.

Regulasi Tanpa Pembelaan
Anda semestinya sadar bahwa produk anda (garment) dewasa ini terpaksa harus bersaing dengan para pemain yang semula aktif dipasaran internasional (eksport). Karena eksport macet maka mereka ikut bermain di pasar nasional. Mereka adalah pemain yang jauh lebih profesional dibandingkan dengan pemain lokal. Di samping itu menjamurnya departement store dan sejenisnya disekitar pasar lokal jelas akan mengurangi porsi konsumen anda.
Di semacam department store para konsumen dimanjakan dengan barang yang kualitasnya sudag QC dengan baik dan harga tidak begitu mahal. Sementara itu, di pasar masih saja didominasi situasi tawar menawar yang kerapkali merugikan konsumen (“nuthuk rego”).
Satu sisi regulasi yang mulai netral mengikuti makanisme pasar yang murni ini jelas merugikan para pelaku tradisional yang belum siap bersaing secara global dan bebas. Namun regulasi tanpa pembelaan ini tidak bisa dihindarkan karena kita sudah terjebak dalam sebuah sistem ekonomi global yang makin bersifat kapitalistik. Suka tidak suka kita dituntut untuk lebih kreatif.
Saya percaya, usaha kecil itu punya fleksibelitas yang jauh lebih tinggi sehingga setiap saat ada perubahan, seyogyanya anda cepat mengambil sikap yang lugas. Misal dari sisi biaya operasional, cobalah anda tekan sekecil mungkin sebab usaha berskala besar cenderung biaya operasionalnya besar. Sisi lain, kebersamaan anda sesama pedagang pasar perlu membangun aliansi ataupun assosiasi sejenis yang bisa memperjuangkan nasib anda.

Memperjuangkan keberpihakan.
Tidak hanya buruh saja yang bisa kuat dalam membangun jaringan tetapi sesama pedagang UKM-pun semestinya perlu terus membangun kesadaran kelompok untuk memperjuangkan nasib usahanya di pasar riil. Apa visi dan misi serta tujuan para pedagang di Pasar Beringharjo ?
Hantaman yang hebat dari pelaku besar dan persaingan yang tidak sehat sesama pedagang UKM ditambah dengan rendahnya daya beli (terutama di tingkat menengah kebawah) nampaknya tidak bisa disikapi secara individual. Membangun kesadaran bersama merupakan langkah yang sangat urgen untuk dilakukan. Kampanyekan arti penting kebersamaan dalam komunitas pasar anda. Hanya dengan upaya yang kontinyu dan terencana, citra pasar anda akan lebih baik. Sitra membeli dipasar itu jauh lebih murah dan layanan tetap ramah. Kesadaran terhadap untung jangka panjang patut anda renungkan.

13 Marketing Public Relation

Beberapa kali saya membaca rubrik yang bapak asuh, saya menduga antara marketing dan public relations itu merupakan bidang kajian yang terpisah. Namun, akhir-akhir ini saya sering mendengar istilah marketing public relations. Bahkan di perusahaan kami, pihak manajemen mulai aktif mengembangkan pendidikan dan pelatihan bagi SDM-nya dengan materi MPR tersebut. Apa sebenarnya substansi dari kajian tersebut dan relevansinya bagi perusahaan. Terima ksihatas penjelasan.
Iwan, karyawan di perusahaan makanan.

Mas Iwan, perhatian anda pada rubrik ini secara kontinyu semoga bisa menambah aspresiasi pengetahuan anda. Mottto yang saya sampaiakan ACTUAL, SINGKAT dan BERMANFAAT. Tentu, kesemuanya mengacu pad problem penanya yang masuk di meja saya. Seperti halnya pertanyaan anda, marketing public relations. Akhir-akhir ini saya memang banyak terlibat dalam program pelatihan tersebut.
Pengalaman yang menarik adalah kerapkali pihak perusahaan ternyata terlalu berharap banyak. Hanya dengan 2 atau 3 pelatihan @ ; 90 menit, maunya semua ilmu bisa dipindahkan dan yang berat lagi adalah harus mampu merubah sikap peserta. Ia lupa bahwa sudah sekian tahun atau bahkan puluhan tahun sikap peserta. Ia lupa bahwa sudah sekian tahun atau bahkan puluhan tahun sikap mental itu sudah merasuk dalam diri seseorang. Oleh karena itulah pelatihan perlu dimengerti sebagai suatu “proses” yang berkesinambungan. Disamping itu peserta yang akan dimengereti sebagai dibangunkan dulu kesadaran dan motivasinya adar pelatihan bisa efektif.
Antara marketing dengan PR mempunyai fungsi dan peranan yang bisa berdiri sendiri. Masing-masing mempunyai sasaran yang berbeda, seperti mrketing berorientasi pada target penjualan yang berimplikasi pada tingkat keuntungan, dengan menekankan evaluasi tahunnya dan berbagai perhitungan cost and benefitnya secara matersial. Sedangkan PR lebih berorientasi pada terwujudnya bangunan citra (citra personal pegawainya, produk maupun korporasinya) maupun understanding dan good will dalam konteks stakeholdernya, sehingga evaluasinya lebih berdimensi jangka panjang.

Tak Perlu Diperdebatkan
Memang, masing-masing pihak biasanya merasa dirinya yang lebih penting dan lebih dominan, sehingga perdebatan terkadang tidak akan selesai. Namun sejalan dengan perkembangan tuntutan bisnis dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh suatu perusahaan, maka telaah yang multidipliner maupun lintas sektoral sudah menjadi tuntutan bersama. Dinerga antara dua bidang tersebut dapat terwujud manakala kedua fungsi dapat berpasangan secara intim dan tidak saling memandang sebagai rival, sehingga kekuatan MPR menjadi lebih lugas dalam melakukan terobosan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu grouwt and solid.
Sebagai contoh adala dukungan PR dalam product positioning (PP), market positioning (MO) ataupun corporate positioning (CP). Di dalam PP dukungan dan peranan PR adalah menekankan arah posisi produk di dalam pasar yang kompetitif, menyangkut pilihan harga, mutu dan segmen yang paling tetap. Pda MP, dukungan PR menitikberatkan pada upaya agar supaya produk yang dihasilkan tersebut dapat diakui dan diterima oleh pasar secara informative, sehingga kegiatannya mencakup upaya membangun persepsi positif yang didasari pada perwujudan kredibilitasnya dimata khalayak. Sedangkan pada CP, PR sangat berperan dalam upaya menampilkan sosok institusinya dengan menggunakan berbagai strategi PR yang relevan dengan potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan.
MPR merupakan perpaduan dua fungsi yang berbeda (marketing & PR) dalam suatu proses yang berkesinambungan, saling terkait dan saling memperkuat sehingga kompetensi perusahaan dalam kancah persaingan bisa berubah menjadi sangat menguntungkan, punya nich yang lebih besar. Dimana kondisi tersebut bisa terjadi pada tahapan proses perencanaan, produksi, penjualan dan sampai pada pasca penjualannya.
Dikatakan oleh Cutlip & Center bahwa PR memberi dukungan pada marketing untuk membantu 1) produk dan institusinya menjadi lebih terkenal ; 2) peluncuran produk baru (produk yang diperbaharui); 3) meluaskan pasar dengan biaya lebih ringan ; 4) menciptakan citra yang disenangi ; 5) membantu menyajikan fakta dan 6) mewujudkan layanan yang menunjang penjualan.
Untuk membangun perusahaan yang tanggung dan solid maka kesadaran akan arti penting MPR perlu disosialisasikan ke segenap jajaran perusahaan dan tidak hanya bagian marketing saja. Upaya tersebut menjadi tanggung jawab bersama agar dapat melahirkan esprit de corp yang militan dalam menyongsong era kompetisi yang global.***

14 Produk Cina & Otonomi

Dalam mengikuti perkembangan ekonomi yang bergerak cepat dan mulai mengglobal, khususnya berkenaan dengan barang impor dari Cina. Saya sebagai seorang pengusaha akhirnya terpengaruhny juga untuk terlibat di dalamnya, yaitu buka show room motor produk Cina (Mochin) tentu dengan pertimbangan rasional. Namun setelah setengah tahun ini saya mencobanya, saya mulai berpikir kembali, apakah prospek usaha saya yang satu ini bisa lebih baik ? Belum lagi, saya melihat nampaknya kebijakan otonomi daerah yang sekarang telah bergulir belum berpihak pada pengusaha kecil-menengah di daerah. Beberapa usaha saya yang lain dibayangi dengan berbagai peningkatan pungutan, tanpa didahului pembinaan. Nah, usaha Mochin saya yang masih belum jelas hasilnya ini juga mengalami hal serupa. Problem saya, apakah usaha saya yang baru ini layak dikembangkan ? Bagaimana prospeknya? Mohon masukan.
Anto, Jogjakarta

Berusaha di bidang yang baru tentu membawa tantangan tersendiri. Buat anda peluang dan kesempatan yang sudah ada rebut semestinya anda tindak lanjuti dengan kejelian mengintip potensi pasar dan menerapkan berbagai strategi menggaet calon pelanggan yang pas sesuai dengan kharakteristiknya. Perlu disadari pula bahwa Mochin (apapun mereknya) adalah produk baru, namun harga murah. Persoalannya Awet atau tidak, masih perlu diuji oleh waktu ! Sehingga siklus produk Mochin yang “masih bayi” tersebut masih butuh iklan yang gencar, termasuk tugas anda untuk door-to-door kepada masyarakat yang segmented, sudah kepengen punya motor tetapi uang sakunya masih pas-pasan.
Secara matematis, memang usaha Mochin memiliki profit margin yang tinggi (bisa sekitar 60 %). Tapi ingat, ada gium bisnis bahwa high profit identik dengan high risk. Artinya, keuntungan tidak serta merta bisa langsung diraih. Kerjasama antara produsen atau distributor dengan beberapa pengusaha seperti anda untuk merk-merk tertentu sudah dilakukan secara gencar melalui berbagai media dan event-event penting.

Cina perlu meniru Jepang
Produk Cina sudah terkenal dengan murahnya, seperti produk alat pertanian, asswsoris, sepeda motor dan tidal lama lagi produk mobil. Namun, nama besar tersebut belum menancap di lubuk hati masyarakat kita. Mengapa ? Coba kita lihat kasus Jepang, pada awalnya produk Jepang adalah identik produk Eropa/AS yang harganya lebih murah. Maksudnya, sejarah produk Cina saat ini sama dengan sejarah produk Jepang kala itu. Namun Jepang mampu membangun konsep Quality is the first (walaupun murah tetapi kualitas bisa bersaing), sehingga produknya menjadi dipercaya konsumen loyal dan fanatik. Bisakah Cina meniru Jepang ?
Sambil menunggu kemampuan Cina meniru kesuksesan Jepang rasanya anda tidak perlu risau dengan gaung otonomi daerah yang seolah tidak berpihak pada kelompok pengusaha daerah, seperti anda. Saya menduga semua itu hanya persialan culture shock atau keterkejutan budaya baru dalam pengelolaan anggaran di daerah atau lebih tetap kebingungan mencari tetapi jangka pendek. Saat ini masyarakat perlu kritis dan selalu siap negosiasi dengan wakil kita di legeslative. Kepatuhan saat ini bukan kepatuhan yang taqlik/tanpa reserve tetapi kepatuhan yang kritis-rasional.
Memang, format otonomi masing-masing daerah tidak sama, tergantung pada produk peraturan daerah (perda-nya), sehingga dalam mensikapi produk impor, termasuk produk Cina. Bisa saja suatu saat daerah melarang pengusahanya memasukkan produk tertentu karena pertimbangan kelangsungan produk yang sejenis yang sudah ada di daerah. Atau bisa juga, dimintai harus bersinergi dengan usaha yang ada di daerahnya seperti Mochin dengan perusahaan cor logam di Klaten ataupun Tegal.
Sebagai seorang pengusaha, berpikir rasional itu penting. Namun berpikir yang strategi dan “futuristic” jauh lebih penting, karena di dalamnya terkandung nilai prediksi dan kecenderungan (trend bisnis). Memasuki otonomi daerah tidak berarti kita berpikir dan bertindak menjadi lebih sempit. Tetapi justru perlu lebih meneguhkan konsep “think globally, action locally”. Semoga bapak SR berkenan dan lebih sukses.**

Saya sudah berusaha sekuat tenaga memasarkan produk itu, namun konsumen memang tidak dengan mudahnya saya bujuk untuk mau membeli. Apa yang sebaiknya saya lakukan agar saya bisa berhasil sebagai sales yang baik

Cobalah mulai dengan mengembangkan komunikasi KISS (Keep It Short and Simple). Artinya bertingkah lakulah secara wajar

Keberhasilan anda dalam mengkemas pesan akan menghasilkan atensi, keinginan dan gairah (desire) terhadap produk yang anda tawarkan.

Produk monosodium glutamate (MSG) Dari PT. Ajinomoto Indonesia terpaksa ditarik dari pasaran atas himbauan MUI maupun permintaan Depkes RI.

Marketing perlu berdampingan dengan Public relations untuk mencapai sasaran perusahaan, baik pada masa normal maupun saat menghadapi krisis.
Pesan-pesan yang bersifat informatifve, kreatif dan edukatif tersebut diharapkan bisa menunjang keberhasilan marketing ataupun solusi terhadap konflik.

Disinilah problem membangun citra baru dan mendongkrak penjualan perlu disinergikan.

kiat-kiat apa yang harus saya lakukan agar usaha saya dapat dikenal orsang meskipun usahanya kecil.

Jiwa wirausaha itu sebenarnya tidak mengenal lingkup profesi tertentu. Ia bisa berada dimana-mana

Anda lebih dahulu saya sarankan untuk berusaha membangun jejaring pasar yang lebih baik yaitu segmented dan focus.

Mulailah dengan prinsip small is beautifull and then to be big is powerfull

melihat banyaknya spanduk-spanduk berjajar ataupun melintang menghiasi jalan-jalan yogya… Kesan spanduk bisnis atau spanduk politik jadi campur aduk …dan terkesan menjadi semrawut

Dalam terminologi marketing dikenal marketing is war.

Sudah saatnya pemda perlu melakukan penertiban ruang iklan (out door) dengan memisahkan antara pemasang spanduk iklan bisnis dan out door untuk tujuan pendidikan politik rakyat (bukan propaganda) dengan porsi yang seimbang.

Beberapa tahun terakhir ini saya mulai khawatir dengan merebaknya usaha retail besar yang masuk ke daerah-daerah. Saya sadar persaingan bebas tidak bisa dielakkan lagi, namun yang menjadi problem saya adalah bagaimana saya menghadapi serbuan retail-retail tersebut.

Anda sebagai pemain lama punya kekuatan yang perlu segera dibenahi…Namun ingat, semua kelebihan itu bisa-bisa cepat hilang manakala anda justru melakukan tindakan yang kontra produktif.

Secara teoritis usaha retail itu tahan banting, namun anda jangan terjebak dengan strategi banting harga yang mengakibatkan perang total dalam bisnis yang tanpa arah.

saya yang lulus dari Program D III, ternyata yang saya raih jauh dari angin surga yang dijanjikan pada saat mau mendaftar.

Mereka teriak dengan slogan-slogan yang sangat idealis sebagai lembaga sosial dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Barangkali ia lupa bahwa saat seperti ini ia adalah makhluk bisnis yang paling bergairah.

Makna otonomi bukan berkonotasi gencar melakukan marketing tetapi lebih diorientasikan pada upaya membangun citra.

ia mampu membuat model pengembangan lembaganya agar tetap eksis dengan berbagai aktifitas ilmiahnya yang mampu menghasilkan dana

15 Kesetaraan

Saya belum lama bekerja sebagai seorang sales perlengkapan rumah tangga di Jogja. Saya kerapkali diperlakukan secara sepihak (ditegur, disindir dan terkadang dimarahi) oleh supervisor saya karena target tidak tercapai. Saya memang tidak bisa berbuat apa-apa, satu sisi saya sudah berusaha sekuat tenaga memasarkan produk itu, namun konsumen memang tidak dengan mudahnya saya bujuk untuk mau membeli. Apa yang sebaiknya saya lakukan agar saya bisa berhasil sebagai sales yang baik. Terima kasih atas masukkannya.
Mbak Lin, di Yogyakarta

Pada saat anda berani memasuki dunia kerja itu berarti anda sudah rela memberikan kebebasan anda pada lingkungan kerja, baik waktu, pikiran, tenaga dan tidak terlewatkan adalah perasaan anda. Tingkah laku yang anda jalankan akan menghasilkan tingkah laku orang lain. Yang menjadi beban anda adalah bagaimana berkomunikasi dengan pimpinan agar terjadi situasi yang menyenangkan dan bagaimana membujuk calon konsumen agar mereka menggunakan produk yang anda tawarkan. Berhadapan dengan pimpinan secara psikologis dan cultural komunikasi yang terjadi selalu tidak setara. Anda dipandang sebagai bawahan dan pimpinan merasa atasan, sehingga anda menjadi seolah powerless. Lebih sulit lagi apabila budaya perusahaan yang dijalankan sarat dengan nilai-nilai yang paternalistic (bapak buah-anak buah). Bawahan dipandang sebagai tong sampah kemarahan dan kejengkelan atasan. Padahal menurut Kris Cole (Cristal Clear Communication) komunikasi yang dibangun dalam segala situasi itu seperti halnya sebuah dansa. Masing-masing pihak dituntut bisa berinteraksi secara dinamis agar menghasilkan tarian atau siluet yang harmonis.

KISS
Cobalah mulai dengan mengembangkan komunikasi KISS (Keep It Short and Simple). Artinya bertingkah lakulah secara wajar tanpa banyak memberi respon yang tidak berguna, baik saat disindir ataupun dimarahi agar suasana berlalu secara cepat dan anda tetap bersemangat untuk bisa mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan. Komunikasi yang tidak seimbang ini memang tidak menyenangkan, namun situasi itu bisa anda cairkan manakala anda dapat menunjukkan prestasi. Dan, mulailah dengan mengupayakan interaksi yang lebih setara. Setelah ada bukti, saya yakin anda bisa membangun kesamaan pencapaian tujuan (mutual understanding).
Sedangkan untuk meyakinkan konsumen yang anda perlukan adalah kreatifitas dalam mengkemas pesan sehingga pesan tentang produk anda itu bisa kena di hati konsumen. Mulailah bekerja dengan mengutamakan services with your heart (layanilah calon konsumen anda secara total, sampai menembus di hati yang paling dalam). Apabila sewaktu kuliah anda suka dengan jalan pintas, maka sekarang anda harus merubah dengan strategi “mengepung dan memikat”, tentu strategi ini butuh waktu dan kecerdikan.
Keberhasilan anda dalam mengkemas pesan akan menghasilkan atensi, keinginan dan gairah (desire) terhadap produk yang anda tawarkan. Perlakukan pesan anda secara Jelas, Ringkas, Lengkap, Benar dan Konkret agar konsumen tidak merasa dipermainkan. Tambahlah dengan pengetahuan Etiket / Kesopanan dalam memilih waktu dan cara pengetahuan etiket/kesopanan dalam memilih waktu dan cara memaparkannya agar menghasilkan tindakan yang berupa pembelian. Sukses dengan konsumen akan membawa kesuksesan dalam karier anda.

16 Ajinomoto, Marketing Vs Pr

Peristiwa penting khususnya bagi para ibu-ibu dan peminat masakan, barusan menyedot perhatian masyarakat dan menjadi headline di beberapa media. Tepatnya Hari Kamis (4 Januari 2001) produk monosodium glutamate (MSG) Dari PT. Ajinomoto Indonesia terpaksa ditarik dari pasaran atas himbauan MUI maupun permintaan Depkes RI. Bumbu masak Ajinomoto tersebut diduga menggunakan bactosoytone yang diekstrasi dari daging babi untuk menggantikan polypeptone yang biasa diekstrasi dari daging sapi. Produk Ajinomoto menjadi produk yang haram bagi orang Muslim.
Masih untung bahwa keteledoran pihak produsen tersebut tidak diikuti dengan gejolak publik yang destruktif, oleh karena selama ini berarti kita sudah memakan barang yang haram. Namun lepas dari semuanya, ternyata harga saham Ajinomoto Co Inc, di Tokyo Stock Exchange hari berikutnya langsung turun 3,5% atau menjadi 1.433 yen. Citra Ajinomoto menjadi produk yang haram langsung masuk ke lubuh hati para konsumennya. Dari sisi social maupun bisnis peristiwa ini menjadi sangat tidak menguntungkan dan terjadilah krisis manajemen,baik pada tahap sekarang maupun tantangan pemasaran di waktu yang akan datang.
Kasus yang berkenaan dengan citra produk beberapa waktu yang lalu juga pernah terjadi dan malah lebih menggemparkan, yaitu isu lemak babi pada produk sabun merk tertentu dan beberapa produk lainnya. Demikian juga beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi pula krisis citra paada tataran corporatenya, seperti runtuhnya citra Mobil Timor akibat bitra bisnis Cendana yang kurang menguntungkan ataupun program-program pemerintah yang bernuansa. Cendana seperti Program GNOT yang kurang direspon oleh masyakat.

The End Of Marketing
Musibah Ajinomoto merupakan phenomena bisnis yang setiap saat bisa terjadi dan bisa dialami oleh siapapun. Tentua saja juga tidak mengenal besar-kecilnya skala usahanya. Selama ini kita terlalu percaya bahwa keberhasilan penjualan sangat tergantung oleh karena keberhasilan martketingnya, namun kasus ajinomoto barangkali bisa memberikan inspirasi bahwa keberhasilan menjaga siklus produk agar selalu dalam level yang diinginkan tidak selamanya bisa dilakukan. Senjata marketing menjadi tumbul apabila langsung digunakan untuk mempersuasi konsumen, dimana konsumen sudah hilang kepercayaannya. Apalagi konsumen kita sekarang ini cerdas dan ingin diperlakukan secara demokratis dan terbuka.
Sergio Zyman, seorang mantan Chief Marketing Officer dari The Coca Cola Campony menulis satu buku yang berjudul The End Of Marketing As We Know It (Th 2000) benar-benar membangunkan kita dari mimpi-mimpi tentang pemahaman tradisional marketing. Apabila kita masih berpikir tentang marketing dalam terminologuy lama (marketing an sich) maka ia sebenarnya sudah mati. Bahkan ia mencoba mengupas “mengapa citra begitu penting”. Selama ini kita memperoleh kesan bahwa penciptaan citra itu hanyalah pekerjaan yang membuang-buang waktu saja, padahal sebenarnya membangun citra yang positif itu sangat penting dan harus dilakukan secara agresif.
Marketing perlu berdampingan dengan Public relations untuk mencapai sasaran perusahaan, baik pada masa normal maupun saat menghadapi krisis. Public Relations oleh Jhon E Marston (Rhenald Kasali, 1994) dikatakan sebagai seni untuk membuat perusahaan disukai dan dihormati oleh karyawan, konsumen dan penyalurnya. Kegiatannya selalu diarahkan untuk memperoleh Goodwill, Good Image dan Understanding. PR mempunyai potensi yang inovatif untuk mengubah persepsi masyarakat ke arah yang positif terhadap organisasi dan produknya. Pesan-pesan yang bersifat informatifve, kreatif dan edukatif tersebut diharapkan bisa menunjang keberhasilan marketing ataupun solusi terhadap konflik.
Melihat kasus Ajinomoto kedepan maka perusahaan perlu memikirkan secara integral tindakan manejemen paska krisis. Disinilah problem membangun citra baru dan mendongkrak penjualan perlu disinergikan. Keterkaitan strategi dan pemahaman marketing dan public relations adalh separate but equal functions (dua fungsi yang terpisah tetapi saling menunjang) dan equal but overlapping function (dua fungsi yang sama tetapi juga saling tumpang tindih).
Tindakan konkret dalam menghadapi berbagai problem perusahaan terutama yang berkenaan dengan jalinan hubungan dengan konsumen maka kombinasi strategi marketing dan publlic relations menjadi sebuah keharusan. Mengingat masyarakat kita yang makin egaliter maka bangunan komunikasi yang setara antara konsumen (publik) dengan institusinya tidak bisa diabaikan begitu saja. Keberhasilan memadukan strategi marketing dan public relations berarti perusahaan sudah mampu menerapkan target pencapaian tujuan perusahaan yang berdimensi jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga kesinambungan usaha dapat terjaga serta perusahaan peka terhadap krisis.***

17 Terkenal atau Terjual ?

Perkenalkan, saya adalah seorang guru honorer bidang studi Ekono di Madrasah Aliah Muhammadiyah Yogyakarta. Untuk menambah penghasilan saya berkeinginan berwirausaha mengingat orang tua saya adalah keluarha wirausaha pula. Permasalahan yang saya hadapi, modal yang saya miliki tidak begitu besar padahal setahuh saya untuk bisa terkenal itu membutuhkan modal yang besar, agar orang bisa tahu tentang usaha saya. Yang ingin saya tanyakan, kiat-kiat apa yang harus saya lakukan agar usaha saya dapat dikenal orsang meskipun usahanya kecil.
Demikian pertanyaan saya, semoga bapak berkenan menanggapi dan membantu memecahkan permasalahan saya. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Sutini, S.Pd.Guru Honorer di Yogyakarta

Pertama kali, saya mengucapkan selamat atas kebulatan tekad anda untuk menekuni dunia wirausaha, walaupun anda seorang guru honorer. Sebuah tantangan yang menarik dan dinamis akan menunggu anda. Selama ini budaya guru itu dianggap hanya berkiprah tidak jauh dari dunia belajar mengajar saja, sedangkan dunia enterpreneurship sering dianggap tidak pantas dilakukan oleh seorang guru atau malahan bisa dianggap menurunkan kredibilitas profesinya. Rasanya anggapan semacam itu perlu segera ditinjau kembali.
Jiwa wirausaha itu sebenarnya tidak mengenal lingkup profesi tertentu. Ia bisa berada dimana-mana seperti dalam diri seorang mahasiswa, seorang dokter, seorang guru dan bahkan seorang pengacara. Yang penting, adalah bagaimana kita mampu mengembangkan jiwa wirausaha yang baik dan tidak bertentangan dengan etika profesi yang dimilikinya. Misal, jiwa wirausaha seorang guru harus jangan bertentangan dengan etika dan nilai-nilai sebagai seorang guru.

Kenali kecakapan Anda
Yang sering menjadi hambatan adalah justru minimnya kecakapan teknis dan psikologis yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha, yang profesi utamanya memang bukan dunia wirausaha seperti misalnya masih kental rasa malu dalam berdagang, gengsi ataupun tidak tegaan terutama berkenaan dengan penertiban administrasi penjualannya serta sering kali belum mampu memilih “ini kepentingan bisnis dan bukan kepentingan sosial”
Secara historis anda punya latar belakang yang mendukung yaitu dari keluarga pengusaha namun pengembangan wirausaha rasanya perlu terus anda pertajam, mengingat tantangan bisnis saat ini jelas jauh lebih sulit dengan orang tua anda dahulu. Saat ini eranya sudah berubah dari konsep produksi kepada konsep pemasaran. Artinya, bukan bertindak berdasarkan apa yang bisa anda buat tetapi apa yang sedang dibutuhkan konsumen saat ini.
Anda lebih dahulu saya sarankan untuk berusaha membangun jejaring pasar yang lebih baik yaitu segmented dan focus. Lakukan pengamatan (observasi) secara sungguh-sungguh berkenaan dengan pasar mana yang anda masuki dan dengan menggunakan strategi apa anda ingin melayaninya. Usaha orang tua anda apabila sejenis bisa anda jadikan dasar untuk bergerak. Sedangkan Goodwill dan Good image orang tua anda bisa juga anda manfaakan sebaik mungkin, sebagai asset yang tak nampak (Intangibel asset)
Jangan terlalu cepat berpikir untuk bisa terkenal terlebih dahulu, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana caranya agar produk anda terbeli, sehingga targetnya tidak sekedar membangun kesadaran terhadap sebuah produk yang anda tawarkan tetapi kelebihannya bisa melakukan pemasaran secara gerilya atau strategi hit and run sehingga bisa irit di biaya pemasarannya.

Pentingnya informasi Bisnis
Disamping itu kembangkan kemampuan anda utnuk menguasai informasi bisnis yang cocok berkenaan dengan sektor usaha yang anda geluti. Seperti penguasaan terhadap informasi berkenaan dengan kualitas sebuah produk, temukan supplier yang paling murah, carilah supplier yang menyodorkan sistem pembayaran barang yang paling ringan dan berbagai informasi berkenaan dengan tuntutan konsumen lainnya yang sekarang ini sudah banyak yang berpikiran serba praktis dan cepat.
Informasi produksi ataupun informasi pengadaan barang yang anda miliki akan menjadi bekal anda untuk meningkatkan daya saing produk yang anda jual atau minimal anda bisa meningkatkan profit margin (tingkat keuntungannya). Kuasailah informasi bisnis yang anda geluti, karena disitulah kekuatan dan kunci keberhasilannya. Saat ini kita sudah memasuki era informasi, dimana siapa yang memiliki informasi maka dialah yang berhak mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan yang lain.
Dengan demikian utnuk memulai usaha dan memasarkan produk jangan terpaku pada kesediaan modal yang besar. Tetapi mulailah dengan menjual kepercayaan dan informasi yang sudah anda gali secara cerdas tadi, sehingga tindakan anda bisa sangat efisien. Ada banyak kasus yang bisa anda diskusikan dengan kami lebih lanjut berkenaan dengan pengembangan usaha kecil anda.
Mulailah dengan prinsip small is beautifull and then to be big is powerfull. Karena bisnis itu terkait dengan proses waktu maka pengasahan diri itu harus selalu tidak kenal waktu. Selamat berwirausaha secara smart dalam mengantisipasi lingkungan internal dan eksternal usaha anda.***

18 Iklan = Propaganda ?

Minggu-minggu belakangan ini saya begitu gembira campur prihatin melihat banyaknya spanduk-spanduk berjajar ataupun melintang menghiasi jalan-jalan yogya. Dari sisi desain dan corak warna menunjukkan meningkatnya kreatifitas para inisiatornya. Pesan yang ditulis kebanyakan berupa iklan sekolah, ada pula yang berupa himbauan pihak tertantu bahkan ada yang bernuansa politis. Kesan spanduk bisnis atau spanduk politik jadi campur aduk. Lepas dari semuanya, bercampur-baur dan terkesan menjadi semrawut tersebut. Mohon masukan dari Pak Wied!
Wn, PNS di Yogyakarta

Pak Wn, Dalam situasi yang serba tidak pasti seperti ini kerapkali melahirkan tindakan ataupun kebijakan institusi yang mengesankan pada pengabaian nilai dan etika dalam masyarakat, baik dalam artian bisnis ataupun politik. Iklan dan spanduk yang ada di jalan-jalan tersebut sebenarnya merupakan pantulan dari wujud dan citra yang sebenarnya dari institusi pengiklan. Citra intelek, bergengsi atau malah terkesan murahan.
Bentuk, desain, gaya bahasa dan “joke-joke” yang dipakai mencerminkan kharakter yang dimaksud atau sasaran yang hendak dicapai Mungkin si pemasang spanduk punya position yang “terhormat” –ia makin cerdas dalam bermain kata-kata yang keluar lewat spanduk. Siapapun yang membaca bisa tertarik, respek dan acung jempol tanda salutNamun kebayakan spanduk iklan yang terpampang cenderung masih sangan subyektif-persuasif bahkan kerapkali merebut konsumen. Misalnya, iklan pendidikan yang cenderung membuat janji demi mendapatkan mahasiswa yang sebanyak-banyaknya. Atau penggunaan “kata-kata bersayat?” yang bermakna ganda, sehingga menjadi sulit untuk disalahgunakan dikemudian hari

Iklan adalah perang
Dalam terminologi marketing dikenal marketing is war. Tentu iklanpun tidak lepas dari semangat untuk berperang merebut konsumen. Upaya menjadi pemenang dalam tradisi jawa dikenal dengan: menang tanpa ngasorake” rasanya patut dicatat. Artinya walaupun iklan itu sebagai senjata perang tetapi iklan yang baik adalah yang bisa tampil tanpa merugikan konsumen (masyarakat) maupun kompititernya.
Lain lagi dengan propaganda yang digunakan dalam perang. Propaganda biasanya dilakukan negara atau kelompok tetentu untuk meruntuhkan semangat lawan, merusak mental ataupun mengacaukan strategi musuh sehingga lebih mengarah pada bentuk psy war. Bahasa yang digunakan menjadi sangat vulgar. Misal, propaganda yang dilakukan antar Sekutu melawan Jerman pada perang dunia ke-2, yang telah diteliti oleh Harold Lasswell dan Walter Lippmann terbukti memang benar-benar ingin saling menghancurkan lawan. Sehingga iklan dan propaganda dalam berbagai hal menjadi sangat berbeda.

Ruang Iklan dan Pendidikan Politik
Pengaburan antara spanduk iklan dan bisnis dengan iklan himbauan (politis) perlu segera disikapi pemerintah daerah, namun bukan dalam pengertian iklan atau propaganda. Sudah saatnya pemda perlu melakukan penertiban ruang iklan (out door) dengan memisahkan antara pemasang spanduk iklan bisnis dan out door untuk tujuan pendidikan politik rakyat (bukan propaganda) dengan porsi yang seimbang.
Warga Yogya perlu segera memprakarsai wujud dari perang iklan elegan dan wujud pendidikan politik yang tidak bersifat propagandis. Selamat beriklan ……..***

19 Tantangan Usaha Retail

Sudah puluhan tahun saya punya uaha grosir dan eceran di pinggiran kota Yogya. Beberapa tahun terakhir ini saya mulai khawatir dengan merebaknya usaha retail besar yang masuk ke daerah-daerah. Saya sadar persaingan bebas tidak bisa dielakkan lagi, namun yang menjadi problem saya adalah bagaimana saya menghadapi serbuan retail-retail tersebut. Mohon masukan dan saran yang pas dalam menghadapi situasi tersebut. Terima kasih.
H Mm, Pengusaha Retail

Apa yang anda risaukan pantas disikapi secara cepat dan tepat. Artinya bisnis retail saat ini memang berkembang sangat cepat. Pengusaha yang sudah berpikiran “think globally action locally” melihat usaha retail menjadi bisnis masa depan yang prospektif. Bahkan yang dikembangkan tidak sekedar hypermarket ataupun supermarket yang berada di pusat kota namun masuk ke daerah-daerah dalam wujud minimarket.
Contoh, PT. Alfa Retalindo yang sukses di bisnin eceran melalui 23 gerainya yang ada di pusat-pusat kota, saat ini menyerbu daerah dengan label Alfamart. Ataupun Bisnis Indomart. Di level usaha menengah di Yogyakarta kita mengenal Kelompok WS, Kelompok Pamela atau Kelompok Luwes di Surakarta. Usaha sejenis Alfa dll tersebut hadir di dekat pemukiman warga, sehingga konsep location dalam marketing perlu ditambah dengan community distance (CD) (kedekatan komunitas setempat).

Kelebihan Pemain Lama
Anda sebagai pemain lama punya kekuatan yang perlu segera dibenahi. Pertama, anda paling tidak sudah mengerti black box (misteri) perilaku konsumen disekitar anda. Kedua, anda sudah memahami siklus atau musim tertentu terhadap produk retail secara pasti. Ketiga, anda punya relasi dan citra yang sudah tertanam sekian lama di benak konsumen ataupun pedagang “kulakan”.
Namun ingat, semua kelebihan itu bisa-bisa cepat hilang manakala anda justru melakukan tindakan yang kontra produktif. Misal, hanya mempersoalkan kehadirannya atau menjelek-jelekkan toko yang baru buka tersebut tanpa mawas ke dalam secara lebih profesional. Sebab sebuah minimarket pada prinsipnya adalah upaya memanjakan konsumen dalam melakukan pilihan yang diinginkan dan lalayanan yang lebih bermartabat dengan harga yang kompetitif. Tampilan yang menarik perlu diperhatikan sebab kesan toko lama adalah tradisional atau “kumuh” menjadi sisi lemah yang gampang ambruk citranya. Di samping itu karyawan yang masih belum bermental melayani secara at all cost (total) perlu juga segera dipermak secara mendasar. Jangan takut biaya menjadi tinggi, sebab kualitas SDM anda menjadi ujung tombak dalam menyenangkan konsumen. Tentu saja, dalam bisnis retail strategi low price tetap menjadi penting dan menentukan.

Langkah Cerdik Pengusaha Lokal
Memanfaatkan kelebihan diri sebagai pemain lama untuk : pertama, membangun loyalitas konsumen anda. Cara yang paling sederhana adalah perbanyak interaksi sosial dengan warga sekitar yang memang sudah dekat dengan anda agar keberadaan retail ataupun grosir anda menjadi bagian dari nadi masyarakat. Kedua, mainkan harga grosir untuk produk eceran agar anda bisa tetap dilirik oleh konsumen lama anda. Ketiga, adanya kompetiter harus menjadikan diri anda lebih kreatif, inovatif dan selalu mengikuti perkembangan produk baru yang siklusnya relatif berubah cepat. Keempat, cobalah bangun jaringan dengan supplier secara lebih menguntungkan lagi. Kelima, bilamana perlu tambah modal usaha anda baik melalui modal sendiri ataupun pinjaman dari pihak luar agar daya saing usaha anda bisa lebih memadai.
Secara teoritis usaha retail itu tahan banting, namun anda jangan terjebak dengan strategi banting harga yang mengakibatkan perang total dalam bisnis yang tanpa arah. Pahami bahwa si kompetitor yang. sudah mapan itu biasanya biaya operasional lebih banyak, sehingga kelebihan anda dan kemampuan anda dalam mensikapi pesaing justru akan mendewasakan anda. Makin banyak toko retail besar daya beli masyarakat, dan inilah kesempatan anda untuk bisa merebut atau menjadi pemenangnya. Selamat mencoba. ***

20 Iklan Sekolah

Saya barusan lulus dari sebuah PTS di Yogyakarta, merasa makin risih melihat iklan lembaga pendidikan tinggi di Yogyakarta. Berbagai bentuk iklan ditempuh dan sering menjadi angin surga bagi calon pendaftarnya, termasuk saya yang lulus dari Program D III, ternyata yang saya raih jauh dari angin surga yang dijanjikan pada saat mau mendaftar. Apalagi sekarang ini, terobosan pendaftaran sebelum si siswa lulus SMU-nya, wah kreatif betul pada akademisi kampus dalam merebut calon konsumen. Gimana nih, Pak Wied ?
LLK, Tinggal di Bantul Yogyakarta.

Menjelang tahun ajaran baru selalu ada phenomena baru, yaitu lahirnya sekolah-sekolah baru, adanya kekuatan baru lagi lembaga agar bisa dibilang mentereng dan terjadilah marketing war untuk bisa meraih mahasiswa sebanyak-banyaknya. Segala kekuatan dicurahkan habis-habis dengan memanfaatkan mementum waktu. Kottler memang meramalkan bahwa jasa pendidikan menjadi trend bisnis masa depan.
Yang menarik adalah bahwa badan hukum lembaga pendidikan tersebut biasanya yayasan, yang tentu saja bukan berjalan dengan patokan-patokan bisnis minded. Bahkan pada saat lembaha pendidikan akan dikenai pajak, mereka teriak dengan slogan-slogan yang sangat idealis sebagai lembaga sosial dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Barangkali ia lupa bahwa saat seperti ini ia adalah makhluk bisnis yang paling bergairah. Etika beriklan kerapkali diterjang, seperti yang anda rasakan “hanya memberi angin surga”.

Otonomi Kampus sama dengan Bisnis ?
Otonomi kampus tentu saja bukan berarti membohongi calon konsumen agar mahasiswa yang masuk jumlahnya banyak dan rela membayar mahal. Universitas di AS kebanyakan juga sudah melakukan otonomi, seperti memiliki toko buku, rumah sakit, apartemen dan usaha yang menunjang mutu perguruan tingginya. Sehingga makna otonomi bukan berkonotasi gencar melakukan marketing tetapi lebih diorientasikan pada upaya membangun citra. Sedangkan dana operasional semestinya ditunjang oleh sektor-sektor produktif yang bisa ditangani lembaga tersebut atau keberhasilan dalam membangun jaringan kerjasama, baik di dalam negeri maupun dengan pihak luar negeri.
Orientasi pada membangun academic atmosphere semestinya yang ditonjulkan dalam memasarkan priduknya dan tidak sekedar sarana atau fasilitas fisiknya saja. Namun inilah realitas yang semestinya perlu disikapi oleh lembaga pembela konsumen agar para konsumen yang akan mengkonsumsi produknya dalam waktu yang lama (akademi 3 tahun, S1 4-5 tahun) itu tidak salah pilih.
Perkembangan Universitas atau College di Amerika bisa sangat termasyur bukan karena dukungan dana mahasiswanya semata, tetapi ternyata memang ada para donaturnya (robber barron) yang rela menyumbangkan dananya bagi pengembangan lembaga tersebut. Seperti Universitas Chicago yang dibantu oleh Rockefeller Fooundation dan berbagai univertas yang lainnya. Akan lebih elegan citra pendidikan itu manakala ia mampu menemukan para donatur yang memang perduli dengan misi luhur pendidikan, bukan sebaliknya mengoptimalkan pisau marketing untuk meraih mahasiswa sebanyak-banyaknya, tanpa mempertimbangkan kualitas.

Ilmuwan punya jiwa Enterpreneur
Di dalam sejarah para ilmuwan AS dapat dilihat kiprah tokoh ilmuwan sosial seperti P. Lazzarfeld, yang mampu mengembangkan kualitas keilmuannya dengan cara mandiri. Artinya, ia mampu membuat model pengembangan lembaganya agar tetap eksis dengan berbagai aktifitas ilmiahnya yang mampu menghasilkan dana. Model-model seperti itulah yang menurut saya perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan di Indonesia.
Bagi para calon konsumen lembaga pendidikan tinggi cobalah cermati system promosi lembaga tersebut. Siapa yang menyatakannya, apa yang dikatakan (bahasa dan janji-janjinya) dan siapa outputnya. Dalam bahasa public relations, memilih sekolah itu sebaiknya justru bertanya pada orang ketiga yang memang tahu persis tetapi tidak terkait dalam kepentingan bisnis lembaga.***

Saya melihat demikian tajamnya peta persaingan wacana tentang siapa Wagub DIY yang akan datang… Terlepas dari berbagai argumen histories, saya melihat masing-masing kandidat nampaknya berjuang keras “menjual dirinya” agar bisa dipilih oleh anggota dewan. Apakah gejala ini bisa disebut strategi marketing ?

Presiden AS itu selalu dikelilingi oleh para konsultan public relations (saat ini ada sekitar 7 konsultan PR) yang selalu mendampinginya, agar seluruh tindakan yang dilakukannya selalu bisa dicitrakan secara positif dimata publik.

Setelah era reformasi, warga sekeliling hutan juga mulai ikut-ikutan menjarah hutan tanpa memperhatikan fungsi hutan yang sebenarnya.

Secara keseluruhan, problem manajemen Perhutani adalah problem citra, seperti misalnya masih akrabnya istilah kayu “spanyol-an”. Ataupun berbagai ulah kucing-kucingan dalam “memakan” kayu hutan.

Terminologi “diuwongke” selama menikmati wisata hutan hanya bisa ditempuh melalui service excellence dari penyedia jasa dan seluruh komponen harus bisa bertindak memuaskan konsumen serta membangun loyalitas atau “tambah tresno” dengan wisata hutan tersebut.

Bayangkan bahwa apabila daerah diberi kewenangan secara otonom itu akan membahagiakan rakyatnya – justru yang saya hadapi sebaliknya.

Ia menjadi konsultan Tony Blair yang cukup berhasil membawa inggris membangun struktur ekonominya, bahkan pikirannya mempengaruhi pemerintahan Ronald Reagen yang terbilang sukses.

Percayalah Pak Mg, jaman akan berpihak pada kita. Artinya, meski saat ini anda masih dihantui berbagai tambahan pajak,retribusi dan berbagai pungutan sejenisnya yang retorika nya demi PAD dan punya legitimasi Perda. Maka andapun sebenarnya juga punya kebebasan untuk memilih daerah lain yang lebih menjanjikan.

Saya sebagai seorang manajer terkadang merasakan sulitnya meyakinkan suatu gagasan yang saya miliki, baik kebawahan ataupun kepada atasan. Apalagi pada saat diminta presentasi maka kelihatan sekali bahasa lisan saya sangat “belepotan”.

Gagalnya komunikasi politik kita selama ini bukan disebabkan karena gagal para komunikator dalam berkomunikasinya tetapi lebih terjadi karena komunikator gagal dalam membangun kredibilitas dirinya dimata publik.

Keberhasilan kepemimpinan anda sangat ditentukan oleh kecakapan komunikasinya

Selama ini kami telah melakukan aktifitas komunikasi lingkungan dengan berbagai cara, namun sepertinya hinga ini kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kerusakan lingkungan masih sangat rendah.

Dampak krisis lingkungan telah dirasakan oleh jutaan orang di Indonesia, tetapi kepedulian terhadap lingkungan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil warga masyarakat. Ironis sekali !

Dalam kasus anda, yang perlu dibangun adalah persepsi mengenai apa sebenarnya kerusakan lingkungan itu ? Apa makna lingkungan yang bersih – sehat dan bagaimana upaya membuat ekosistem yang baik itu ? Dari situlah program komunikasi direncanakan.

1 Marketing Politik

Baru-baru ini masyarakat Jogja terus disuguhi problema pemilihan wakil gubernur DIY yang nantinya akan mendampingi Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono ke X. Saya melihat demikian tajamnya peta persaingan wacana tentang siapa Wagub DIY yang akan datang, hingga akhirnya diputuskan adanya 2 calon yang nantinya akan dipilih oleh anggota DPR DIY. Terlepas dari berbagai argumen histories, saya melihat masing-masing kandidat nampaknya berjuang keras “menjual dirinya” agar bisa dipilih oleh anggota dewan. Apakah gejala ini bisa disebut strategi marketing ? Bisakah marketing masuk dalam ranah politik ?
P. Santosa, warga Jogja

Pada prinsipnya dunia marketing itu khan selalu berorientasi pada bagaimana cara menjual sesuatu kepada para calon konsumen sehingga ia mendapatkan keuntungan. Sesuatu itu bisa berupa barang (goods) dan jasa (services), namun juga bisa berupa “menjual diri” (maaf jangan dikonotasikan negatif dulu). Maksudnya, bagaimana sosok individu, yang biasanya untuk sebuah jabatan publik itu diperebutkan sesuai dengan prinsip demokrasi. Seperti phenomena memperebutkan jabatan wagub DIY akhir-akhir ini.
Tanpa perlu menengok lagi bagaimana proses pemilihan gubernur yang telah terjadi 2 tahun yang lalu (yang semula dinyatakan dipilih tetapi kemudian oleh DPR DIY diralat dan dinyatakan ditetapkan saja) maka proses politik pemilihan wagub kali ini semestinya bisa dilihat pada sisi yang lebih positif saja. Pemilihan wagub menjadi phenomena menarik karena setiap jabatan politik tertentu memang sepantasnyalah dilakukan secara kompetitif dan itu tidak perlu ditabukan. Tentu, proses ini harus dilihat secara jernih sebagai wahana pencarian figure terbaik dan bukan malahan “lahan empuk” yang dimainkan anggota dewan.

Kebutuhan Campaign Manager
Dunia politik saat ini sudah sangat erat berhubungan dengan dunia marketing ataupun public relations. Siapapun dia dan sehebat apapun dirinya manakala tidak di kampanyekan secara baik maka si konsumen (pemilih) secara rasional tidak mungkin bisa mengambil pilihan secara terbaik. Kita lihat setiap pemilu di negara maju maka para calon presiden selalu dikelilingi oleh para campaing manajer yang handal. Bahkan setelah memenangkannya ia selalu berusaha menjaga loyalitas dan citranya secara cermat.
Contoh, presiden AS itu selalu dikelilingi oleh para konsultan public relations (saat ini ada sekitar 7 konsultan PR) yang selalu mendampinginya, agar seluruh tindakan yang dilakukannya selalu bisa dicitrakan secara positif dimata publik. Persoalan acceptance (bisa diterima) dan manageable of communications menjadi prasyarat penting.
Inilah yang sekarang ini sedang terjadi dalam diri calon wagub. Manakala ia menyadari situasi tersebut tentu ia akan bermain secantik mungkin dalam memasarkan dirinya kepada calon pembelinya, para pemilihnya yaitu anggota dewan dan pasti dikontrol secara ketat oleh konstituennya. Proses pemilihan bupati/walikota ataupun gubernur diberbagai daerah selama ini kerapkali bergulir mengikuti common sense semata, mengesampingkan black box dari sisi perilaku konsumennya. Marketing dunia politikpun membutuhkan riset dan kajian yang scientific sehingga proses demokrasi bisa bergulir secara lebih etis dan professional.
Tantangan di depan adalah bilamana pemilu 2004 nantinya adalah pemilihan langsung dan menggunakan sistem distrik maka akan banyak tokoh daerah dan calon presiden yang perlu didampingi oleh ahli marketing dan PR agar dirinya bisa dibeli oleh para pemilihnya. Marketing politik itu jauh lebih compliketed karena dibeli dalam satu saat saja sedangkan strategi marketing dan PR-nya sudah harus dilakukan jauh-jauh hari. ***

2 Hutan Wisata

Kekayaan alam dari sektor hutan selama ini hanya dijadikan ajang eksploitasi para konglomerat yang ber-KKN dengan berbagai pihak. Setelah era reformasi, warga sekeliling hutan juga mulai ikut-ikutan menjarah hutan tanpa memperhatikan fungsi hutan yang sebenarnya. Kerugian dan kerusakan hutan menjadi tak ternilai lagi. Pada saat terjadi banjir besar yang melanda masyarakat kita, barulah banyak pihak mempertanyakan berbagai penyebabnya termasuk dalam pengelolaan hutan sebagai peresapan air. Bagaimana memberdayakan hutan agar lebih ekonomis? Apakah produk hutan layak dijual dari sisi wisatanya ?
Yunt, pemerhati lingkungan di Sleman

Begini mas, hutan adalah sebuah produk yang awalnya tidak membutuhkan biaya produksi. Selama puluhan tahun kayunya bisa langsung bisa dikonsumsi oleh negara, swasta ataupun oknum-oknum yang ber-KKN. Siapa yang untung ? Tentu, oknum yang punya spesial card untuk “menjarah hutan”. Menggiurkan bagi siapapun, sehingga wajar produk ini sarat dengan nuansa politik. Hasilnya, citra hutan tidak lebih sekedar “sapi perahan” dari berbagai pihak dan kerapkali dalam lip service dicari “kambing hitam”-nya..
Paradigma tersebut rasanya mulai bergeser pada saat institusi pengelola resmi yang bernama Perhutani berubah wujud menjadi perseroan terbatas (PT). Orientasi pada optimalisasi keuntungan menjadi tolok ukur keberhasilan manajemen. Hutan sudah dimasukkan dalam katagori produk yang marketable, baik dari sisi kayunya maupun keindahan alam yang menyertainya. Sehingga hutan selayaknyalah dikelola sebagai perusahaan manufactur penghasil kayu dan sekaligus sebagai usaha jasa wisata hutan. Wacana baru hutan sebagai penghasil barang dan jasa ini patut segera digulirkan , karena diatas kertas hal tersebut gampang dilakukan, namun dalam kenyataanya banyak ditemukan kendala terutama yang menyangkut pada instrumen SDM. Seperti wisata hutan yang selama ini telah ditempuh oleh Perhutani.
Secara keseluruhan, problem manajemen Perhutani adalah problem citra, seperti misalnya masih akrabnya istilah kayu “spanyol-an”. Ataupun berbagai ulah kucing-kucingan dalam “memakan” kayu hutan. Kesemuanya menjadi hambatan dan sekaligus tantangan bagi PT. Perhutani di sektor wisata. Dewasa ini Perhutani telah memiliki 137 lokasi obyek wisata di sepanjang pulau Jawa, yang berupa Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya dan Wana Wisata. Meski produk itu menarik tetapi apabila citra hutan selama ini masih negatif, tentu saja respon publik bisa jadi selalu apriori. Karena tak kuasa apa-apa maka mereka tak peduli lagi. Ketidakpedulian publik akan keindahan alam di hutan bukan karena alamnya yang tidak indah tetapi lebih banyak pada pengelolaan yang masih belum berorientasi pada profesionalitas dan belum adanya ruh “melayani” wisatawan.
Inilah problem mendasar. Namun baru-baru ini nampaknya PT.Perhutani mulai ancang-ancang dengan membuat anak perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang wisata hutan, yaitu Wana Wisata Baturaden (Jateng), Wana Wisata Coban Rondo (Jatim) dan Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu (Jabar). Secara lebih jauh institusi pengelola wisata hutan masih diselimuti dengan permasalahan kesiapan fisik. Namun yang lebih kritis justru ia juga dihadapkan pada ketidaksiapan dalam pelayanan jasa hutan yang berstandar global. Mengapa ? Karena baik wisatawan domistik dan manca negara dewasa ini sudah sadar terhadap kriteria kepuasan terhadap apa saja yang bisa diperoleh dalam setiap kunjungan wisata, termasuk wisata hutan. Terminologi “diuwongke” selama menikmati wisata hutan hanya bisa ditempuh melalui service excellence dari penyedia jasa dan seluruh komponen harus bisa bertindak memuaskan konsumen serta membangun loyalitas atau “tambah tresno” dengan wisata hutan tersebut.
Apabila orientasi perbaikan wisata hutan hanya didominasi pada kesiapan fisik saja maka justru sasaran untuk menikmati keindahan bisa kurang bermakna. Kelengkapan sarana yang berujud soft ware and focus of service justru akan menunjang era travelling di hutan. Hutan bisa dinilai secara lebih ekonomis manakala para pengelola jasa wisata itu mampu menciptakan nilai tambah yang melebihi dari yang diharapkan oleh konsumen sebelumnya. Fasilitas fisik bisa dibuat dalam tempo singkat, tetapi peningkatan kualitas layanan SDM justru butuh kesadaran, waktu dan kerja keras. Inilah wujud harmonisasi produk hutan dengan layanan manusianya yang patut difikirkan secara terpadu. **

3 Good Government & Otonomi

Pada awalnya saya begitu gembira namun setelah satu tahun ini jadi was-was, itulah yang saya rasakan sebagai warga masyarakat dan sekaligus pengusaha di daerah menghadapi era otonomi daerah saat ini. Bayangkan bahwa apabila daerah diberi kewenangan secara otonom itu akan membahagiakan rakyatnya – justru yang saya hadapi sebaliknya. Public service (pengurusan apapun) tetap saja birokratis., pungutan malah makin berani dan semua sector merasa punya kuasa. Saya prihatin citra dan target pemasaran daerah menjadi sekedar lips service saja. Mohon saya diberi masukan Pak Mukti agar keresahan saya ini bisa berkurang.

Mg, Pengusaha UKM

Saya sepakat bahwa dengan otonomi daerah diharapkan kesejahteraan dan roda ekonomi daerah bisa lebih baik. Tetapi perlu diingat, situasi itu bisa terwujud manakala variabel-variabel penunjang bisa berfungsi sebagaimana layaknya konsep otonomi, yaitu berjalannya sistem pemerintahan yang berorientasi pada Good Corperate Government. Mengutamakan prinsip transparansi, akuntabilitas public dan perilaku yang bernilaikan service (abdi masyarakat yang nyata). Kesemuanya harus punya tolok ukur yang jelas, sehingga proses reward and punishment bisa diberlakukan seperti halnya sebuah corperate. Sementara itu sistem sosial-ekonomi yang terus mencari bentuk tidak perlu dipertentangkan secara antagonis, apakah itu berbau sosialis atau kapitalis. Cap-cap seperti itu kerapkali menyesatkan pengembangan potensi daerah itu sendiri.

Meminjam istilah Anthony Giddens dalam The Third Way, The Renewal of Social Democracy bahwa konsep pembangunan saat ini adalah sebagai aliran allternatif yaitu center left. Yang intinya, ketidakpastian (manufactured uncertainty) yang terjadi dalam masyarakat bukan ulah alam tetapi ulah kita sendiri ataupun teknologi yang kita miliki. Apabila kita sepakat bahwa masyarakat kita itu sudah menuju pada tataran masyarakat informasi maka segala bentuk pengelolaan institusi pemerintah, sosial ataupun bisnis seyogyanya berperilaku yang pasti (certainty). Ia menjadi konsultan Tony Blair yang cukup berhasil membawa inggris membangun struktur ekonominya, bahkan pikirannya mempengaruhi pemerintahan Ronald Reagen yang terbilang sukses.
Dalam masyarakat Indonesia yang mengalami transisi reformasi ini nampak jelas bahwa kita semua masih suka berperilaku “primitif” (yang punya kekuatan atau kewenangan masih “sok kuasa”). Meskipun alam sekarang sudah berubah tetapi nampaknya kesadaran diri masih relatif sama sehingga yang terjadi hanyalah sekedar perang retorika untuk membangun pengaruh atau citra yang bersifat manipulatif.
Optimisme Pak Mg perlu anda pertahankan. Dalam minggu ini saja saya terlibat pada dua kegiatan yang bernuansa membangun daerah yang tujuannya sangat baik. Di Jakarta, barusan dilaksanakan Konvensi Nasional Perhumas yang membahas Peran PR dalam Otda. Maksudnya memikirkan bagaimana membangun manajemen komunikasi yang demokratis bagi daerah agar bisa punya daya saing (Maaf, tidak sekadar mengandalkan sumber alam saja). Di Solo, UNDP, HIPMI Jateng dan CES Solo juga menggelar seminar tentang Pelaksanaan Good Government tanggal 13 November 2001. Inilah kiprah ilmu PR terus ditunggu dalam memberi kontribusi pengembangan SDM dan wujud sistem komunikasi daerah yang aspiratif dan ditunjang dengan teknologi yang maju.
Percayalah Pak Mg, jaman akan berpihak pada kita. Artinya, meski saat ini anda masih dihantui berbagai tambahan pajak,retribusi dan berbagai pungutan sejenisnya yang retorika nya demi PAD dan punya legitimasi Perda. Maka andapun sebenarnya juga punya kebebasan untuk memilih daerah lain yang lebih menjanjikan. Hanya dengan senjata itu anda punya positioning yang kuat dan memberi andil pada terwujudnya pemerintahan yang profesional dan bersih. Tidak terjebak pada euphoria KKN disegala lini yang makin menjauhkan akhlaq mulia kita. Right or wrong is the best region, not always our region.***

4 Eksekutif Bicara dengan “Power”

Pak wied, saya sebagai seorang manajer terkadang merasakan sulitnya meyakinkan suatu gagasan yang saya miliki, baik kebawahan ataupun kepada atasan. Apalagi pada saat diminta presentasi maka kelihatan sekali bahasa lisan saya sangat “belepotan”. Dalam memberi briefing kepada bawahan saja, saya juga merasakan kurang efektif, sehingga setiap kali kontrol dilapangan saya harus terus membimbing dengan intens oleh karena ternyata pemahaman mereka terhadap apa yang saya samapaikan kurang membekas. Bagaimana sebaiknya pak, mohon trik komunikasi yang joos ….
YS, di Jogja
Terima kasih mas YS. Saya melihat anda punya dua problem komunikasi, yaitu kepada atasan dan kepada bawahan. Menjual ide ataupun usulan kepada atasan tentu saja berbeda dengan memotivasi atau membimbing bawahan. Komunikasi dengan atasan anda dituntut siap dengan sejumlah ide kreatif beserta argument penunjang yang ditopang dengan data sehingga ide yang anda “jual” itu bisa dimengerti sebagai ide yang realistic dan berprospek bagi kepentingan bisnis perusahaan anda. Menjual kepada atasan membutuhkan energi dan rasa percaya diri yang lebih serta tri yang pas. Kerapkali terjadi seorang manajer menengah gagal meyakinkan idenya kepada atasan hanya karena salah dalam berkomunikasi. Salah dalam preparation ide, salah memilih waktu ataupun salah memilih tempat.
Dengan bawahan, anda terlebih dahulu dituntut bisa membangun citra diri (self image)yang credible. Sejumlah bawahan akan punya atensi yang lebih setiap berkomunikasi dengan anda manakala mereka memandang anda itu sebagai sosok pimpinan yang credible dan tidak sekedar punya otoritas tetapi punya hati nurani dan istiqomah. Kredibilitas jauh lebih penting dalam membangun komunikasi yang efektif. Gagalnya komunikasi politik kita selama ini bukan disebabkan karena gagal para komunikator dalam berkomunikasinya tetapi lebih terjadi karena komunikator gagal dalam membangun kredibilitas dirinya dimata publik.
Granville N. Toogood dalam buku The Articulate Executive, secara praktis memaparkan bagaimana cara eksekutif itu bisa memimpin dengan kata-kata. Ia menerapkan Formula POWER dlam presentasi komunikasi. Perlu disadari bahwa komunikasi itu sebuah proses, layaknya seorang penari dalam sebuah sendratari. Ia harus menari mengikuti alunan musik dan menselaraskan seluruh gerakannya dengan penari yang lainnya dari awal hingga akhir. Musik tersebut sebagai lingkungan komunikasi sedangkan pemain tari lainnya adalah lawan bisara anda. Sehingga anda perlu membangun keselarasan dalam keseluruhan waktu komunikasi.
P-Punch atau tonjokan, dalam berkomunikasi sebaiknya anda perlu menyentakan pikiran audience dengan point penting. Jangan “lugu” seperti bahasa tulis, tetapi lugas antara materi pembuka-tengah dan penutup. Bilamana perlu digunakan anekdot, ilustrasi, analogi ataupun pernyataan retoris. Yang kedua, O- One Theme, gunakan tema tunggal dalam sekali kesempatan. Winston Churchill, mengingatkan bahwa kita tidak bisa bicara tentang lebih dari satu hal dalam satu kesematan. Yang ketiga, W-Window, jendela adalah sarana untuk melihat isi yang disampaikan. Jendela harus mewakili hal-hal konkret atau contoh-contoh praktis. Ermest Hemingway pernah meneguhkan “jangan bercerita kepada saya tetapi tunjukkan hal itu pada saya”. Dalam komunikasi dengan bawahan wujud jendela ini perlu anda rumuskan dalam kalimat lisan yang sesuai dengan field of experience (kerangka pengalaman) lawan bisara anda.
E-eaar atau gunakan pendengaran anda, sehingga komunikasi dimungkinkan konversasional. Bagi pemula ngomong sambil duduk jauh lebih mudah dibandingkan sambil berdiri dan kesemuanya itu akan sangat menentukan keefektifan komunikasi itu sendiri. Cobalah bangun sikap yang resvonsive dan interaktif, sehingga telinga anda bisa menangkap semua respon pendengar meskipun tidak dalam wujud verbal. Misal, kegelisahan, wajah berpaling, atau gaya mendengarkan cenderung meremehkan. Segera tangkap respon itu dan beri solusi saat itu juga, terutama dalam presentasi-briefing di klas kecil. Terakhir, R-retention, kemampuan dalam menyimpan di ingatan. Dalam sebuah komunikasi closing yang menarik patut diupayakan agar bisa membekas dan sekaligus dipersepsikan secara benar oleh pendengarnya. Kemenarikan dalam penutup bisa anda sesuaikan dengan lingkungan kerja anda ataupun target pendengarnya. Keberhasilan kepemimpinan anda sangat ditentukan oleh kecakapan komunikasinya. Dan, dalam konteks komunikasi bisnis sekitar 40-90% interaksi di tempat kerja itu berbentuk komunikasi lisan. Penampilan komunikasi anda bisa mendorong kekuatan atau power potensial diri anda menuju jenjang kesuksesan. Hindari kegagalan tugas hanya karena komunikasi karena komunikasi itu naluriah yang kerap kali diabaikan. ***

5 RUSAK LINGKUNGAN SIAPA PEDULI ?

Perkenalkan, saya dari Re-Leaf Program yang memfokuskan akitifitas dalam perbaikan kerusahkan hutan dan degradasi lingkungan (polusi udara, tanah, air dan keanekaragaman hayati). Selama ini kami telah melakukan aktifitas komunikasi lingkungan dengan berbagai cara, namun sepertinya hinga ini kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kerusakan lingkungan masih sangat rendah.
Bagaimana strategi komunikasi pemasaran dan PR-nya agar kegiatan kami dapat efektif ? Terima kasih atas masukkannya.
HMS Wibawa, Koord Nasional Re-Leaf Program

Program peduli lingkungan sampai saat ini kebanyakan masih menjadi komoditas LSM peduli lingkungan saja, itupun yang sudah mendapat dana dari luar negeri. Sedangkan masyarakat sendiri kurang tertarik bahkan semua pihak seolah tak berdaya atau lepas tanggung jawab. Walaupun anda punya slogan No forest – no future, tetapi slogan itu baru dimengerti di masyarakat negara maju yang notabena justru kondisi hutan dan lingkungan yang perlu dilestarikan sangat sedikit.
Mari kita telusur bersama, bahwa dalam bahasa marketing, produk anda (peduli lingkungan) memang belum mampu membangkitkan minat, belum dilirik masyarakat kebanyakan apalagi mereka harus keluar uang untuk ikut “handarbeni” perwujudan lingkungan yang lestari. Sementara itu anda secara gencar sudah menginformasikan secara meluas, namun respon masih rendah. Atau dengan kata lain, komunikasinya belum efektif.
Menurut Sony Keraf, setiap hari telah terjadi kerusakan hutan sebesar 4000 Ha (1,6 juta Ha / tahun) yang sudah berlangsung selama 25 tahun, dari total hutan Indonesia seluas 191 juta Ha. Belum lagi kerusakan lingkungan yang lain seperti eksplorasi laut yang membabi buta, populasi di jalan raya yang sudah diambang batas, pemaksaan sungai sebagai buangan zat beracun dan ketidakpedulian kita pada lingkungan sekitar rumah kita sendiri. Dampak krisis lingkungan telah dirasakan oleh jutaan orang di Indonesia, tetapi kepedulian terhadap lingkungan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil warga masyarakat. Ironis sekali !

Lingkungan adalah persepsi

Lantas strategi apa yang mesti ditempuh? Barangkali kita perlu menelaah kegagalan sosialisasi program pembangunan dengan Model Komunikasi Two Steplow (di media di tayangkan isu tententu kemudian di masyarakat diwajibkan membahasnya) seperti dalam program Klompencapir, Kadarkum dan sejenisnya yang sarat dengan Social Re-engingering atau rekayasa sosial, komunikasi dicipta dari atas / pemerintah kemudian disalurkan ke seluruh masyarakat bawah. Masyarakat dipaksakan untuk menganggap isu tertentu tersebut penting walau sebenarnya mereka tidak menganggap demikian, sehingga yang terjadi komunikasi yang tidak efektif bahkan terjadi penolakkan.
Dalam kasus anda, yang perlu dibangun adalah persepsi mengenai apa sebenarnya kerusakan lingkungan itu ? Apa makna lingkungan yang bersih – sehat dan bagaimana upaya membuat ekosistem yang baik itu ? Dari situlah program komunikasi direncanakan. Perlu diingat bahwa penyeragaman persepsi perlu dihindari sebab persepsi yang dibangun itu sangat ditentukan oleh problem linkungannya yang bersifat local. Contoh, persepsi masyarakat Kalimantan mengenai problem lingkungan adalah kebaran hutan, masyarakat Jawa barangkali menekankan pada penanganan hutan lindung atau hutan konversi sedangkan masyarakat Jakarta yang selalu mempersoalkan polusi udara atau barangkali Sungai Ciliwung.
Kemasan program lingkungan menjadi belantara kreatifitas yang sangat besar. Karena Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia dan terbesar di Asia serta nomor 3 di dunia (setelah Brazil dan Ziare). Kepedulian anda patut dicontoh, agar lebih cepat perkembangannya buatlah Sarang Laba-laba (menjaring semua komponen untuk bersinergi) dan ciptakan keharuman citra lingkungan melalui kampanye PR yang terencana. Selamat Berkreasi !!!

saya merasa kesarjanaan itu ternyata bukan jaminan untuk bisa membangun hubungan kerja yang kondusif

“Tak seorangpun merupakan satu pulau dalam dirinya sendiri, setiap orang adalah bagian dari satu benua bagian dari yang utama”. Secara luas dapat dimengerti bahwa sense of belonging yang subjektif dan berlebihan itu sebenarnya mengingkari situasi / realitas

mengisi waktu dengan nonton TV, sepertinya juga mubazir. Sedangkan kalau belajar saja, oalah… liburan malah belajar lagi

Mengisi waktu liburan akan jauh lebih menyenangkan manakala orientasi kegiatan yang anda lakukan adalah bernuansa aktif dan kreatif, namun ada hasil yang amat terasa dalam menumbuhkan positioning pribadi anda.

Kenali dan kembangkan diri anda agar lebih produktif melalui berbagai cara yang tetap menyenangkan. Jangan biarkan liburan anda Gone with the Wind.

Saya mulai menyadari betapa hubungan kerja yang saya bangun sekarang ini ternyata sangat berbeda dibandingkan sewaktu menjadi mahasiswa

Kecerdasan dalam diri mahasiswa adalah dalam membangun spirit idealita kampus , sedangkan dalam kancah dunia kerja adalah bagaimana mensinkronkan berbagai idealita menjadi sebuah “payung besar” yang berupa budaya kerja, yang sesuai dengan misi organisasinya.

Nuansa kerja yang religius menciptakan kesadaran baru beragama meski dalam lingkup kerja Kesulitan dalam mensinkronkan antara kepentingan jangka panjang dengan orientaasi jangka pendek bisa ditelusuri dari dimensi iman

Bagaimana mensikapi persaingan yang demikian tajam ini agar bisa tetap survive, terutama untuk produk-produk industri kecil menengah (UKM).

Inilah pemasaran dan perang yang riil. PK Ojong (Perang Pasifik, 2001) memberikan gambaran gencarnya Perang Pasifik antara Jepang dengan Amerika di Lautan Teduh yang patut disimak

Sisi yang lain, citra korporasi usaha kecil adalah fleksibilitas manajemen yang tinggi sehingga bisa lentur dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Dari berbagai informasi yang saya dapat, saya menyadari bahwa menjadi seorang tenaga marketing itu harus punya spirit dan etos kerja yan gpantang menyerah

Resep marketing bukanlah obat antibiotik yan g langsung menyembuhkan, tetapi lebih berupa katalisator (mempercepat proses) pencapaian tujuan.

1 Membangun Kecerdasan Hubungan

Beberapa waktu ini saya membantu saudara saya untuk melanjutkan usaha yang telah lama dirintis orang tua kami. Kami berempat mengelola usaha manufactoring secara bersama-sama, walaupun kami semua saudara sekandung, tetapi pada saat mengelola usaha tersebut mulai nampak kesulitan di dalam membangun komunikasi diantara kami berempat.
Seluruh saudara kami adalah sarjana dan sudah berkeluarga semua, kecuali saya sendiri. Namun saya merasa kesarjanaan itu ternyata bukan jaminan untuk bisa membangun hubungan kerja yang kondusif. Mohon saran, apa yang semestinya saya lakukan agar saya bisa berperan aktif dan kekompakkan kerja sesama saudara saya bisa berjalan harmonis dan produktif.
WW tinggal di Solo

Terima kasih atas masukan dan persoalaan yang anda sampaikan. Persoalan yang anda hadapi hampir selalu dialami oleh para pemilik perusahaan saat memasuki masa suksesi, alih generasi ataupun pergantian estafet kepemimpinan dalam bisnis keluarga.
Secara tradisional ada perusahaan yang dibagi-bagi secara tegas kepada anak-anaknya sehingga masing-masing anak mendapatkan warisan usaha yang lebih kecil. Namun ada juga yang diserahkan kepada satu anaknya sebagai putra mahkota sedangkan yang lain hanya sebagai komisaris. Sedangkan phenomena yang lain adalah direkrutnya manajer profesional yang lepas dari ikatan keluarga sehingga tidak ada hambatan psykologis.
Tentu, regenerasi dalam perusahaan anda patut dicermati secara positif saja agar solusi bisa segera anda dapatkan. Faktor yang utama adalah masing-masing anak merasa bahwa ia punya hak dan tanggung jawab yang besar terhadap kelangsungan usaha tersebut, sehingga kebenaran individual itulah yang sering membimbing sikap dan tindakannya meremehkan saudara lainnya.
Ada satu pendapat John Donne dari hasil meditasinya yang patut disimak. “Tak seorangpun merupakan satu pulau dalam dirinya sendiri, setiap orang adalah bagian dari satu benua bagian dari yang utama”. Secara luas dapat dimengerti bahwa sense of belonging yang subjektif dan berlebihan itu sebenarnya mengingkari situasi / realitas yang anda hadapi bersama. Masing-masing anda perlu menyadari makna organisasi di dalam sebuah sistem kerja bersama, agar seluruh anggota keluarga berperan secara mutualistik dan saling melengkapi serta tidak terjadi dominasi.
Memang benar bahwa kesarjanaan bukan jaminan di dalam membangun hubungan dan interaksi individu yang lebih baik. Bahkan oleh Edwin dan Colette Lombard Hoover (2000) dikatakan bahwa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasar Emosional (EQ) secara rill belum bisa menjamin harmonisasi hubungan antar individu. Ia menyebutkan perlunya dibangun “Kecerdasan hubungan” (The Relationship Intelligence) apabila kita mendambakan efektifitas hubungan interpersonal di dalam sebuah komunitas tertentu.
Kecerdasan Hubungan (KH) ini merujuk pada seluruh rentangan perilaku interpersonal yang merefleksikan kapasitas individu anda di dalam membentuk dan mempertahankan berbagai hubungan sosial, kerja ataupun keluarga. Kecerdasan ni bisa dibangun secara bersama antar anggotanya untuk mengelola perbedaan individu dan konflik secara efektif, terlibat dalam kontak saling menghargai; menjaga komunikasi yang terbuka dan produktif, mengadaptasi fleksibelitas terhadap perubahan dan mampu menciptakan rasa percaya diri, optimis dan hormat dalam berinteraksi.
Bagaimana kita bisa membangun kecerdasan hubungan tersebut? Diantaranya adalah sesama anda harus mampu membangun emphati (merasakan apa yang orang lain rasakan) melalui proses mendengarkan secara aktif, membangun jembatan menuju pada kesepakatan untuk mendukung proses pengambilan keputusan bersama dan secara sadar selalu melakukan diagnosa terhadap berbagai salah satu komunikasi ataupun persepsi diantara anda, karena sebenarnya proses diagnosis itu adalah separo dari penyembuhan problem komunikasi interpersonal yang anda hadapi.
Oleh Steven Covey (1989) juga disebutkan adanya “The Seven Habit of Highly Effective People” yang diarahkan untuk bisa menghasilkan hubungan yang efektif sehingga menghasilkan efek sinergis yang lebih menguntungkan bagi yang terlibat. Solusi terhadap berbagai persoalan kerja bukan milik anda ataupun milik saudara anda tetapi milik anda bersama. Bahkan proses kreatifitas.***

2 Liburan, i don’t give a damn

Mengisi liburan sekolah kali ini rasanya saya tidak ada rencana kemana-mana. Saya mau protes sama orang tua karena tidak menyediakan budget liburan, koq nggak etis. Namun apabila tinggal dirumah dan mengisi waktu dengan nonton TV, sepertinya juga mubazir. Sedangkan kalau belajar saja, oalah… liburan malah belajar lagi. Dari kolom ini, adakah tip semacam mengisi liburan versi Pak Mukti ?
It, siswi SMU di Sleman

Dik It, dalam sebuah film Gone With the Wind yang monumental di AS beberapa waktu yang lalu, si Clark Gable pernah berkata “ Frankly, my dear, I don’t give a damn.” Maksudnya dalam konteks ini adalah bahwa liburan itu sesuatu yang “kita tunggu seperti halnya menunggu sang kekasih” sehingga semestinya kita syukuri . Liburan sebagai sebuah dermaga tempat berhenti sejenak agar otak kita bisa lebih fresh untuk kemudian berlayar lagi mengarungi waktu berikutnya. Liburan jangan tidak dipedulikan sebagai a damn.
Penyakit yang bersifat massal dalam liburan yang sering dikhawatirkan para orang tua adalah adanya kotak ajaib yang cenderung memabukkan anak-anak, yaitu magic box of television. Apalagi TV kita belum lazim menerapkan standar dari MPAA (The Motion Picture Association of America). Seperti katagori film G (for all ages), PG (parental guidance suggested/sewaktu menonton didampingi orang tua), PG 13, R (restricted) atau NC 17 (no one under 17 admitted). Kita bisa digandeng oleh TV dalam membunuh waktu liburan tanpa kendali.
Di masyarakat yang lebih perkotaan malahan ditambah lagi dengan realitas teknologi internet yang bisa menjelajah tanpa batas ke lorong-lorong dunia yang tak kenal etika-moral sama sekali. Bahkan media tersebut jauh lebih merangsang (eager) sebagai heavy viewer atau pecandu media. Inilah problem liburan. Tentu saja, penyakit social yang lainnya bisa saling terkait terutama apabila lingkungan pergaulan tidak diperhatikan.

Berguna dan Bahagia
Mengisi waktu liburan akan jauh lebih menyenangkan manakala orientasi kegiatan yang anda lakukan adalah bernuansa aktif dan kreatif, namun ada hasil yang amat terasa dalam menumbuhkan positioning pribadi anda. Banyak orang sering menyalah artikan bahwa membangun konsep dan citra diri yang positif ( public relations oriented) itu hanya milik para pegawai ataupun para professional saja. Padahal , setiap pelajar tentu juga mendambakan bisa tampil secara menarik,elegan dan tegar sehingga ia punya value added dalam pergaulan sosialnya yang makin cerdas. Tidak minder, kuper atau kurang pede tetapi juga tidak norak, kesan ugal-ugalan dan arogan.
Usia pelajar adalah usia ideal dalam membangun diri yang tangguh. Apabila di masa anak-anak saat ini sudah tumbuh subur lembaga penanaman pribadi anak seperti TPA dan sejenisnya. Maka usia SLTP dan SMU merupakan usia yang pantas diisi dengan nuansa pengelolaan pribadi dan membangun citra cerdas pelajar Indonesia.
Waktu liburan bisa diisi sebagai waktu membangun citra diri, yang barangkali belum banyak disentuh oleh sekolahan. Tentu saja model yang dipakai bukan bersifat klasikal dan seperti sekolah lagi. tetapi lebih diorientasikan pada identifikasi kharakter yang dimiliki siswa dan target yang ingin diraih. Misal, liburan anda kali ini adalah ingin mengenal Citra Diri Pelajar yang Produktif atau Membangun Komunikasi Diri Pelajar yang Efektif dll.
Mengisi liburan tidak harus belajar lewat buku saja. Kenali dan kembangkan diri anda agar lebih produktif melalui berbagai cara yang tetap menyenangkan. Jangan biarkan liburan anda Gone with the Wind. Untuk keterangan lebih lanjut silahkan datang ke kantor CES di Yogya ataupun di Solo. ***

3 Modal iman, perlu disentuh

Pak Wied, saya sebagai mantan aktivis sekarang ini sedang merintis wirausaha di bidang yang selama ini saya minati yaitu kerajinan. Saya mulai menyadari betapa hubungan kerja yang saya bangun sekarang ini ternyata sangat berbeda dibandingkan sewaktu menjadi mahasiswa. ‘Rasanya kebersamaan idealisme dalam kerja sulit diwujudkan. Si pekerja hanya berpikir jangka sangat pendek sedangkan saya melihat keberhasilan usaha saya ini perlu didukung oleh kebersamaan antara saya dengan semua SDM yang memiliki orientasi kerja jangka panjang. Mohon saran Pak Wied, senjata apalagi selain idealisme yang bisa saya lakukan untuk memotivasi karyawan agar usaha saya ini bisa berhasil. Apakah sentuhan PR bisa dipergunakan, model PR yang seperti apa ?
Ir. Zn, tinggal di Yogya

Mas Zn, PR (public relations) pada dasarnya adalah senjata dalam bentuk komunikasi yang bisa ditembakkan oleh siapapun agar tergapai sebuah citra-understanding ataupun good will dari pihak lain. PR melekat pada setiap individu, hanya sejauhmana masing-masing individu itu menyadarinya. Jangan dibayangkan PR harus melekat pada sebuah struktur organisasi, tetapi PR seyogyanya melekat pada seluruh SDM dalam sebuah organisasi.. Sebagai seorang pimpinan ber-PR secara smart hukumnya menjadi wajib. Agar dalam memimpin , ia mampu ditauladani oleh segenap anak buahnya.
Dalam bahasa kampus atau sewaktu anda menjadi mahasiswa anda tentu punya slogan ataupun motto yang selalu anda dengungkan agar mendapat simpati dari publik. Kiprah aktivis akan bisa diterima secara baik oleh masyarakatnya manakala ia mampu mendengungkan seruan moral, perilaku etis atupun mencegah berbagai kemungkaran sehingga rasa kebersamaan tumbuh seiring dengan tumbuhnya persepsi positif terhadap idealita yang sedang anda perjuangkan. Kecerdasan dalam diri mahasiswa adalah dalam membangun spirit idealita kampus , sedangkan dalam kancah dunia kerja adalah bagaimana mensinkronkan berbagai idealita menjadi sebuah “payung besar” yang berupa budaya kerja, yang sesuai dengan misi organisasinya.
Siapapun kita sebenarnya punya idealita . Pada saat anda niat berwirausaha anda pasti punya idealita. Cobalah rumuskan angan-angan anda itu dalam wujud yang gampang dimengerti. Jangan terjebak pada idealita yang sulit dipahami apalagi dengan kata-kata yang asing ditelinga team kerja yang membantu anda. Membangun kebersamaan (common understanding)dengan pihak-pihak yang mendukung kerja anda bukanlah persoalan keren tidaknya sebuah statement idealita. Yang lebih utama adalah menyatukan semangat dan cita-cita dalam kerja.melalui slogan yang pas
Ada banyak pengusaha UKM yang sukses justru karena ia berasal dari seorang pekerja juga. Mengapa ? Pekerja tersebut punya idealita dan dengan mudah ia bisa membangun idealita bersama dengan teman selevelnya, sehingga kebersamaan itulah yang membawa kesuksesan dirinya . Bagi yang tidak berasal dari pekerja bukan berarti tidak bisa , namun perlu jurus jitu dan tidak sekedar punya modal besar saja.
Nah, dalam kultur religius maka idealita itu bisa berupa “iman”. Kebersamaan dalam pengamalan agama yang konsekuen akan memudahkan idealita itu menyatu. Tanpa gembar-gembor basmi KKN manakala iklim yang berfokus pada amalan dari keimanan terus dikampanyekan, rasanya nurani itu akan bekerja dengan sendirinya. Nuansa kerja yang religius menciptakan kesadaran baru beragama meski dalam lingkup kerja Kesulitan dalam mensinkronkan antara kepentingan jangka panjang dengan orientaasi jangka pendek bisa ditelusuri dari dimensi iman..
Iman adalah sinar penyejuk manusia dan sekaligus sumber motivasi dan prestasi yang tak terkalahkan. Kajian ilmu sosial telah memaparkan betapa hebatnya spirit “ Etika Protestan” di Eropa pada waktu itu sebagai modal dalam prestasi kerja bagi pemeluknya.. Atau implementasi konsep Islam bahwa bekerja adalah manifestasi ibadah manusia yang luhur untuk mencari ridho Alloh.
Persoalannya adalah bagaimana nilai-nilai itu ditularkan secara merata di kalangan pekerja kita ? Kembali kepada pengertian PR, bahwa setiap individu itu selalu ingin dinilai secara positif oleh pihak lain, maka parameter iman adalah parameter kepositifan sosok seseorang. Iklim kerja yang mengutamakan religiusitas tentu banyak membantu [enyadaran diri. Dan, prestasi kerja merupakan kombinasi dari produktifitas kerja dan kesholehan seseorang. Karena dimensi kesholehan adalah wujud pengamalan keimanan seseorang yang bisa membawa pada kebersamaan kerja.
Modal iman rasanya penting dalam implementasi ke-PR-an dalam berbagai institusi. Bangunan citra individu bukanlah sosok artifisial yang kasat mata saja, tetapi jauh lebih merupakan modal keyakinan sehingga perilaku yang nampak merupakan gunung es yang didasari oleh keimanan. Meski keimanan itu multi-religi tetapi semangat dalam membangun solidaritas kerja patut pertimbangkan. Semasa menjadi mahasiswa anda dengan cepat dapat menyajikan “reliji” baru yang diterima publik, tetapi dalam dunia kerja anda perlu membuktikan terhadap reliji yang sesungguhnya. Selamat merenungkan dan kemudian mencoba. ***

4 Perang Watak

Saya banyak mengamati persaingan yang sangat sengit di medan pemasaran produk-produk ternama, bahkan berusaha saling mematikan. Terlihat pula kompetisi yang sepertinya tidak imbang antara produk impor dengan produk dalam negeri, seperti di sector sepatu, garmen, motor dll. Bagaimana mensikapi persaingan yang demikian tajam ini agar bisa tetap survive, terutama untuk produk-produk industri kecil menengah (UKM). Mohon masukan Pak Mukti !
Tsn, pengusaha di Yogya

Pak Tsn, pemasaran apapun bentuk produknya tentu menghasilkan situasi kompetisi, masa monopoli dan masa dininabobokkan sudah berlalu. Saatnya gendering perang patut ditabuh. Segala bentuk proteksi (perlindungan) terhadap UKM sebenarnya hanya memperlambat kemandirian usahanya. Mari berpikir progresif, segala kekuatan perlu disinergikan agar menghasilkan daya saing yang optimal, seperti perlu kita tengok dukungan amunisi modal kerja yang dipergunakan, bangunan corporate image UKM, kualitas produk yang dihasilkan atau strategi promosi melalui media yang dipilih. Kesemuanya itu perlu ditunjang dengan pasukan marketing yang tangguh. Mereka dituntut mempunyai kekuatan mental dan watak sebagaimana halnya prajurit dalam memasuki medan perang. Dan bukan marketing “kutu loncat” yang sulit dipegang. Sedangkan anda tentu menjadi komandan yang berkharakter.
Inilah pemasaran dan perang yang riil. PK Ojong (Perang Pasifik, 2001) memberikan gambaran gencarnya Perang Pasifik antara Jepang dengan Amerika di Lautan Teduh yang patut disimak. Dalam satu momentum, Jepang dapat memporakporandakan benteng pertahanan terkuat Amerika di Pasifik, pada tanggal 8 Desember 1941. Ia mampu membungkam keangkuhan Jendral George J Marshal. Bahkan kemudian dapat menguasai berbagai daerah kekuasaan Eropa-Amerika. Situasi tersebut membawa efek yang luar biasa pada pembentukan mental prajurit Jepang dan bangsa-bangsa di Asia pada umumnya (berkulit warna) bahwa ia bisa menumbangkan superioritas kulit putih.
Selama 1.351 hari perang dengan sekutu, Amerika baru dapat menyerang dan merebut kembali daerah kekuasaannya pada bulan Februari 1944. Bahkan dibawah komando Laksda Keiji Shibasaki 4800 tentara Jepang masih berani berhadapan dengan 35.000 marinir Amerika. Senjata. Lahirlah strategi bertempur dengan semangat kamikaze ( dilakukan oleh 20 penerbang sukarela). Kecerdikannya ternyata cukup merepotkan sekutu.
Strategi UKM
Ilustrasi perang tersebut memberi gambaran pada kita bahwa meskipun kita seolah powerless (daya saing rendah) tetapi bukan berarti menyerah dalam bersaing secara global. Mari kita kaji bersama, amunisi modal kerja yang kita miliki tentu saja perlu dikelola bukan secara padat modal tetapi lebih mengutamakan turn over yang tinggi . Jangan mengandalkan amunisi karena memang terbatas tetapi bicaralah perputaran modal yang cepat (hit and run). Sisi yang lain, citra korporasi usaha kecil adalah fleksibilitas manajemen yang tinggi sehingga bisa lentur dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Sedangkan produk yang kita hasilkan merupakan hasil kreasi yang terus berkembang dan punya kharakter. Misal, Batik ala Yogya. Sementara itu dalam membina SDM, rasanya perlu mengajak untuk hidup bersama, tua bersama dan sukses bersama. Manajemen ala Jepang yang berkesinambungan dan berdimensi jangka panjang tersebut jauh lebih menguntungkan asalkan dibina melalui keterbukaan dan kebersamaan. Sehingga genderang perang yang anda mainkan memang punya watak dan tidak sekedar artificial. Selamat menjadi komandan perang. ***

5 I HAVE A DREAM

Dari berbagai informasi yang saya dapat, saya menyadari bahwa menjadi seorang tenaga marketing itu harus punya spirit dan etos kerja yan gpantang menyerah. Saya merasakan sekali pada saat mendekati dead line dan target belum terpenuhi, rasanya jantung mau copot dan nafas tersengal-sengal bahkan seringkali terbawa sampai mimpi. Bagaimana cara mensikapi situasi tersebut ?

Mgn di Magelang

Begini Mas Mgn, saya coba cerita tentang musisi dari Irlandia Westlife yang bersama penyanyi cilik Sherina barusan melansir lagu secara bareng-bareng yang berjudul I HAVE A DREAM. Lagu yang enak didengar tersebut manakala kita renungkan, syairnya ternyata mengandung inspiransi yang luar biasa dalam membangkitkan semangat. Seperti yang sedang anda alami, yaitu bukan sekadar bermimpi karena gelisah tidak bisa tidur tetapi bermimpi karena mencari atau menemukan sesuatu (ide atau solusi).
Mimpi, memang menjadi milik semua orang dan semua orang bisa mengalami mimpi. Namun sedikit orang yang bisa mewujudkan sebuah mimpi menjadi sebuah kenyataan. Angan-angan, cita-cita dan berbagai gagasan serta perencanaan terhadap sebuah ide besar yang hebat-hebat terkadang diawali atau terjadi dari dalam mimpi. Tentu tidak sekadar dianalisis sebagai isyarat mimpi seperti halnya ahli nujum. Nah, lantas bagaimana cara sebuah mimpi itu bisa berujud menjadi kenyataan ?
Peganglah Rasionalitas Mimpi Anda
Apabila mimpi itu bisa mengubah segalanya dalam semalam, maka realitas kehidupan bisnis yang anda targetkan perlu disikapi secara rasional dan terencana. Keberhasilan marketing tidak semata-mata oleh karena hebatnya ilmu marketing yang anda terapkan dengan mengagung-agungkan para dewa marketing global yang kerapkali mebius kita.Keberhasilan marketing dalam praktek justru banyak ditentukan oleh kepekaan diri anda (sense of crisis) dalam mengarungi tahapan marketing (kombinasi dari business strategic and tactic dengan timing). Apa yang anda mimpikan adalah sesuatu yang instan dan masih abstrak, sehingga perlu dirumuskan secara konkret, kritis dan kondisional (dimungkinkan adanya berbagai skenario antisipasi). Bill Gatem Thomas Edition, Niel Amstrong ataupun Om Liem adalah tokoh-tokoh yang mampu mewujudkan mimpi kedalam dunia nyata. Sebuah impian tentan gkotak ajaib komputer, aliran listrik, benda angkasa yang bernama bulan sampai pada hebatnya imperium Bank BCA. Kesemuanya merupakan karya besar dari mimpi besar.
Oleh karena itu dalam medan merketing sebuah mimpi besar terbuka luas. Karena tumbuhnya bisnis ditarik oleh gairah pasar dan suksesnya marketing (pulling factor). Dunia marketing bukanlah dunia semalam atau management by one night – management by pressure. Resep marketing bukanlah obat antibiotik yan g langsung menyembuhkan, tetapi lebih berupa katalisator (mempercepat proses) pencapaian tujuan. Anda sudah tahu pentingnya spirit dan etos kerja, bahkan telah mendalami resep-resep marketing tetapi sadarkah bahwa mimpi besar itu bukanlah sosok yang instant yang bisa dicapai semalam. Seperti halnya seorang pelari sprinter (jarak pendek) maka anda tentu menjelang dead line akan tersengal-sengal karena dunia marketing itu adalah sebuah lomba lari marathon, yan gbutuh stamina, keajegan dan konsistensi setiap fase. Selamat mencoba…***

Setelah sekian lama tidak ada masalah, tiba-tiba pihak MDS memindahkan sebagian besar tenan ke lantai III (dulunya belum begitu difungsikan sepi)… apakah etis solusi bisnis usaha besar (MDS) dengan usaha kecil (tenant) seperti itu

Saya menduga pihak Matahari Klaten lebih condong jalan pintas atau barangkali merasa yang punya otoritas tunggal, sehingga tidak merasa perlu menempuh jalan lobby dan negosiasi secara efektif. Saya tidak tahu apakah pihak Matahari memfungsikan public relations officernya (PRO)

Untuk memperkuat posisi anda dan teman-teman anda, cobalah buat assosiasi sesama tenant agar kepentingan anda tidak dirugikan, yang jelas tenant itu adalah stakeholder perusahaan retail

bagaimana hubungan antara strategi promosi dan perwujudannya dalam aktifitas komunikasinya. Saya menganggap penerapan komunikasi yang tepat akan lebih menunjang keberhasilan marketing.

Angka yang terpampang dalam tabel prediksi anda akan sangat gampang berubah, oleh karenanya perhitungan aspek non ekonomis perlu dimasukkan dalam memahami pasar atau daya beli masyarakat.

Inilah marketing, sejauh anda menelusuri dunia marketing maka anda akan selalu dihadapkan pada manakala kepuasan yang diharapkan (gratification sought) dapat terpenuhi selama proses mengkonsumsi (gratification obtain)

efek ketidakpuasan yang tidak terdeteksi itu akan bergulir secara “mulut ke mulut” di lingkungan calon konsumen, yang akibatnya terkadang kita sendiri sering tercengang. Kenapa penjualan menurun ? Kenapa omset tidak tercapai ?.

apa sih pentingnya ilmu public relations itu sendiri terutama dalam sektor bisnis hingga sampai disejajarkan dengan marketing

Marketing menjadi hebat pada saat pihak produsen untung dan konsumen puas

Ternyata perusahaan-perusahaan tersebut sudah berpikir jauh kedepan bahwa membina hubungan agar usahanya bisa sukses tidak hanya berurusan dengan konsumen atau marketing an sich

Lantas apa senjata PR ? Senjatanya adalah media (bisa berupa media masa, media interpersonal, event dan creative activity)

Saya mempunyai problem yang sangat menjengkelkan yaitu setiap menjalani test wawancara yang terakhir selalu gagal, padahal pada test yang pertama ataupun kedua biasanya lolos

Menghadapi wawancara tidak sama dengan menghadapi ujian pendadaran. Intelektualitas saja tidak bisa menunjang keberhasilan dalam wawancara, terlebih lagi apabila lowongan yang ditawarkan mempunyai kriteria yang justru sifatnya umum. Lantas apa yang mesti ditempuh ?

Siapa sebenarnya konsumen produknya dan bagaimana perilaku konsumennya, sampai-sampai perusahaan tersebut berani menyisihkan dana yang cukup banyak untuk itu

Ternyata pola konsumsi masyarakat terhadap sebuah produk tidak bisa didekati hanya dengan perspektif ekonomi semata

Gambaran nyata bisa kita saksikan pada perilaku konsumen lembaran dollar AS dan perilaku eksekutif kerah putih di Bursa Efek (BEJ/BES) sekarang ini benar-benar diluar kendali pendekatan normative, sehingga Empu ekonomi nasional kita selalu ketemu “misteri”.

Tanpa disadari hampir semua institusi usaha terjebak pada pola kerja mekanis, sehingga pegawainya sering mengalami kejenuhan ataupun “keterasingan” dan akibatnya produktifitas menurun.

Pembekalan SDM-Plus tersebut bukan menjadi barang istimewa lagi, namun sudah menjadi tuntutan dasar bagi perusahaan-perusahaan yang peduli dengan problem PR dalam terminology manajemen

Sebagai Ibu rumah tanggapun anda dituntut untuk bisa menang setiap saat

Belilah lingkungan itu agar kemenangan bisa lebih diharapkan, karena persepsi dari lingkungan terhadap diri anda akan menjadi pembimbing dan social control bagi perilaku anda.

Menang itu tidak tabu. Tentu saja, berbagai keuntungan bisa diperoleh dan bisa bermanfaat

para pemimpin dan pengelola usaha kerapkali disibukkan dengan berbagai hal yang terkadang dipandang sepele atau malah diremehkan, yaitu masalah citra, yang memang bersifat Untouchable but Measurable

Kasus citra yang patut dicermati di dalam tataran individu, misalnya kita lihat rusaknya citra diri seorang pimpinan perusahaan, karena ulahnya yang tidak terpuji di luar pekerjaannya

Barangkali inilah contoh menyepelekan wujud Citra Relationship yang perlu dibangun di dalam perusahaan. Dimana citra dapat terbangun melalui proses komunikasi dua arah

Pendekatan komunikasi dalam bentuk kesetaraan dalam perspektif komunikasi manajemen dan berbagai program lobby – negosiasi sebagi kegiatan preventif, rasanya sudah saatnya terus dibangun secara berkesinambungan.

Tolok ukur keberhasilan membangun citra diri yang positif, manakala kita mampu melakukan komunikasi seara efektif dan adaptif

6 Tenant Di MDS

Saya sebagai pegawai tenant di counter MDS (Matahari Dept Store) Klaten. Setelah sekian lama tidak ada masalah, tiba-tiba pihak MDS memindahkan sebagian besar tenan ke lantai III (dulunya belum begitu difungsikan sepi). Kami diundang, langsung sudah ada keputusan lengkap (lay out dan biaya sewanya) dan selang beberapa hari harus pindah. Pertanyaan saya, apakah etis solusi bisnis usaha besar (MDS) dengan usaha kecil (tenant) seperti itu, terlebih ada tenant yang tidak dipindah dan strategi seperti itu jelas menimbulkan kerugian yang sepihak ! Bagaimana strategi marketing Matahari Klaten sebaiknya menurut bapak ?
Tn, pegawai tenant di MDS Klaten

Di alam yang makin demokratis, rasanya proses pengambilan keputusan itu tidak hanya milik dan hanya orang yang kuat (secara ekonomis), siapapun stakeholder bisnis di dalamnya punya hak dan tanggung jawab yang sama. Apalagi anda sudah sekian lama menikmati suka duka bisnis bersama. Apa yang saudara alami bisa saya pahami dalam dua hal yaitu memandang remeh lobby dan negoisasi serta mengabaikan aspek marketing bersama.

Lobby & Negosiasi ?
Lobby dimengerti sebagai aktifitas komunikasi seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar terpenuhi kepentingannya. Di dalam lobby terkandung negosiasi, sebagai proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan bersama (Mutually understanding agreement). Kedua proses tersebut memang butuh waktu dan tidak bisa sekali ketemu apalagi dalam suasana formal saja, seperti yang anda alami saya menduga pihak Matahari Klaten lebih condong jalan pintas atau barangkali merasa yang punya otoritas tunggal, sehingga tidak merasa perlu menempuh jalan lobby dan negosiasi secara efektif. Saya tidak tahu apakah pihak Matahari memfungsikan public relations officernya (PRO), karena ini memang tanggung jawab PRO atau yang difungsikan sebagai PRO.
Andaikanpun pertemuan itu dianggap sebagai forum kesepakatan (lobby/negosiasi) yang sudah disiapkan sebelumnya oleh pihak yang merasa lebih punya kewenangan maka hal itu menunjukkan gaya negosiasi yang win-lose negotiation atau negosiasi distributive (memindahkan keuntungan pada dirinya dengan cara mengambil keuntungan dari pihak lain) dengan berbagai argumen yang seolah rasional (secara subyektif) dan dipaksa-paksakan. Sehingga bukan lagi etis atau tidak etis kebijakan bisnis tersebut tetapi sudah menyangkut hal normative dalam bisnis.
Memang negosiasi bukan barang mudah, oleh Thorn (1995) dinyatakan bahwa negosiator professional membutuhkan kualifikasi 4 P: Positive (bertindak positif), Patient (penuh kesabaran), Placid (berlaku tenang) dan Prepared (siap dengan segala materi/alternatif). Oleh karena itulah mestinya masing-masing pihak perlu belajar bersama agar tidak menumbuhkan kekecewaan yang bisa berakibat tidak baik bagi kedua belah pihak. Secara sederhana barangkali adalah bahwa kebijakan itu harus benar-benar terbuka dan bisa diuji oleh seluruh “tenant” yang ada, tidak membeda-bedakan seperti yang anda rasakan (harus sarat dengan transparancy and public accountability).
Strategi Marketing Bersama
Retail besar memang kerapkali kurang memperhatikan marketing bersama antara dirinya dengan tenant yang ada di dalamnya. Andaikanpun ada marketing biasanya berupa promosi penjualan produk mereka sendiri dan tenant dianggap sub-ordinat yang diabaikan dan berjalan sendiri. Satu contoh menarik adalah di retail besar tertua di Indonesia, yaitu Sarinah Group, ia selalu melakukan strategi promosi yang gencar untuk bisa menarik pengunjung datang di-storenya, sehingga tenant mendapatkan keuntungannya juga. Nilai sewa bukan dipandang mahal atau murahnya tetapi menguntungkan tidaknya bagi kedua belah pihak, sehingga tenant pun kalau perlu diberi beban untuk promosi bersama.
Kasus anda pindah lantai atas yang tanpa ada pre kondisi dalam pemasaran jelas merugikan dan itu perlu dipertanyakan. Dalam setiap restrukturisasi atau relayout maka perlu dipertimbangkan aspek pasarnya yaitu kemudahan konsumen menemukan produk anda dan informasi produk/lokasi dll perlu dikampanyekan terlebih dahulu bahkan apabila dimungkinkan dibuat event-event yang menunjang, apabila sudah dipandang layak baru diputuskan (diujicobakan). Inilah win-win solution dalam perwujudan pemasaran bersama.
Untuk memperkuat posisi anda dan teman-teman anda, cobalah buat assosiasi sesama tenant agar kepentingan anda tidak dirugikan, yang jelas tenant itu adalah stakeholder perusahaan retail. Profesionalisme dalam pengambilan keputusan bersama tidak bisa meninggalkan lobby/negosiasi agar struktur bisnis tersebut kuat secara ekonomi maupun sosial, apalagi di masa situasi sosial-politik yang rawan seperti saat ini. Cobalah anda dekati secara santun.***

7 Promosi Dan Wujud Komunikasi

Saya telah cukup lama bergelut di dunia pemasaran jasa produk-produk alat tulis dan sejenisnya. Untuk menunjang profesi saya, saya selalu tertarik terhadap kajian-kajian marketing. Namun setelah beberapa kali saya membaca kolom konsultasi yang bapak asuh, saya jadi “kepengen” mengetahui bagaimana hubungan antara strategi promosi dan perwujudannya dalam aktifitas komunikasinya. Saya menganggap penerapan komunikasi yang tepat akan lebih menunjang keberhasilan marketing. Bagaimana menurut pendapat Pak Wied ?
Anton P, Marketing produk alat tulis, Yogya.

Kesuksesan penjualan seringkali dianggap keberuntungan dan berkah seseorang sehingga kerapkali diremehkan, terutama oleh organisasi perusahaan berskala kecil menengah. Marketing is given. Pengeluaran untuk marketing dianggap pemborosan. Namun sebaliknya, aktifitas pemasaran oleh “orang berdasi” kerapkali dibuat rumit, rigid dan penuh dengan angka (data kuantitatif), sehingga tumbuh optimisme yang luar biasa. Seolah keberhasilan sudah di tangan.
Namun belakangan ini rasanya kita perlu lebih arif dalam membuat perencanaan marketing (bisnis). Angka yang terpampang dalam tabel prediksi anda akan sangat gampang berubah, oleh karenanya perhitungan aspek non ekonomis perlu dimasukkan dalam memahami pasar atau daya beli masyarakat. Di samping itu penggunaan metode pendekatan yang bersifat kualitatif akan menjadi senjata yang penting dalam memahami “keinginan dan kebutuhan konsumen”.

Bauran Promosi
Jangan merasa hebat apabila sudah belajar ilmu pemasaran saja. Menurut Philip Kotler (Marketing Management, 2000) terdapat 5 jenis promosi yang tergabung dalam sebutan bauran promosi (promotional mix-APSPD), yaitu iklan (Advertising), penjualan tatap muka (Personal selling), promosi penjualan (Sales promotion), publisitas dan PR (Publicity and public relations) dan pemasaran langsung (Direct marketing). Kesemuanya memang secara kuantitatif dan matematis dapat digunakan sebagai senjata untuk meningkatkan penjualan, akan tetapi yang ingin saya tekankan adalah apakah instrumen tersebut sudah memadai ?
Mari kita tinjau kelima jenis promosi tersebut dan sejauhmana wujud komunikasi bisa menunjang secara kritis. Pertama, wujud komunikasi dari periklanan adalah komunikasi dengan media massa. Kita perlu memahami karakter bahasa pesan, karakter medianya dan sasaran yang dituju sebab kesemuanya itu akan menunjang efektifitas pencapaian tujuan. Saat ini media TV misalnya, sudah sampai taraf “memabukkan pemirsanya” atau heavy viewer. Sehingga kita harus mampu menawarkan buaian produk kepada pemirsa. Sedangkan sarana komunikasi lainnya bisa berupa billboard, poster, leaflet dll yang kesemuanya punya format dan efek yang berbeda pula. Kedua. Penjualan tatap muka, bentuk komunikasinya bisa berupa presentasi penjualan, program insentif, pameran dagang dll. Wujud komunikasi berada pada level group communications. Oleh karenanya, prasyarat komunikasi yang perlu diperhatikan adalah kecakapan komunikasi lisan yang atraktif dan inten. Model win-win solution dalam berkomunikasi perlu menjadi pegangan.

Komunikasi Persuasif
Ketiga, adalah promosi penjualan yang sarat dengan pemunculan atribut penunjang pemasaran seperti dalam rabat, hadiah-hadiah, discount, promosi dengan berbagai bentuk hiburan/olah raga dll. Kesemua atribut tersebut sudah menjadi symbol daya tarik tersendiri, sehingga pesan komunikasinya adalah bagaimana menggiring kesadaran mereka ke arah pembelian. Ciptakan jargon-jargon persuasif yang pas di mata calon konsumen, sehingga mereka tidak berpikir alternatif. “Dengan membeli/menggunakan alat ini, anda akan …. “
Keempat, adalah penjualan langsung yang saluran komunikasinya bisa melalui telemarketing, elektronik shoping, E-mail dll. Wujud komunikasinya lebih ditekankan pada sisi kelengkapan informasinya dan layanan standart. Sejauhmana kita mampu meyakinkan konsumen maka disitulah terjadi point of selling. Buatlah kepastian dan kurangi ketidakpastian. Kelima, adalah publisitas dan PR, jenis promosi ini merupakan instrumen penopang keyakinan konsumen terhadap produk barang atau jasa-jasa yang disajikan. Oleh karena itu buatlah simbol-simbol tertentu yang bisa memperkukuh citra dan kebanggaan terhadap produk maupun institusinya.
Inilah marketing, sejauh anda menelusuri dunia marketing maka anda akan selalu dihadapkan pada manakala kepuasan yang diharapkan (gratification sought) dapat terpenuhi selama proses mengkonsumsi (gratification obtain). Ternyata, kepuasan itu awalnya tidak ada dan baru kelihatan setelah konsumen mendapatkan layanan yang lebih baik. Dan, banyak konsumen yang berperilaku demikian. Konsep ini yang semestinya diterapkan dalam bisnis anda.
Sementara itu apabila konsumen gagal mendapatkan layanan standart maka mereka juga baru sadar bahwa ia merasa tidak puas. Sehingga ketidakpuasanpun sulit dicarikan patokan bakunya. Yang lebih rumit bahwa ketidakpuasan yang bisa/ mampu diketahui oleh penyedia barang atau jasa itu ternyata hanya sekitar 4 % dari seluruh ketidakpuasan yang dirasakan oleh para konsumen (Ninik Wulandari, 2001). Artinya, banyak konsumen yang diam walaupun ia tidak puas.
Gunung es ketidakpuasan yang tidak diketahui produsen tersebut patut diterima sebagai sebuah ancaman. Karena justru efek ketidakpuasan yang tidak terdeteksi itu akan bergulir secara “mulut ke mulut” di lingkungan calon konsumen, yang akibatnya terkadang kita sendiri sering tercengang. Kenapa penjualan menurun ? Kenapa omset tidak tercapai ? Meskipun tidak atau hanya sedikit sekali yang complain. Inilah ketidakpuasan yang merupakan misteri bagi produsen dalam masyarakat yang lebih suka ambil senjata diam tetapi malahan bisa ngomong banyak kepada relasinya tentang kejelekan kita.
Lantas bagaimana mendeteksi kepuasan itu ? Yang paling sederhana adalah manakala konsumen tersebut memuji terhadap produk atau pelayanan kita. Satu langkah preventif dari mencegah ketidakpuasan konsumen adalah dengan antara lain :
1. Megenali kebutuhan pelanggan atau dimensi mutu.
2. Memantau tingkat kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu.
3. Mempertahankan dan meningkatkan mutu jasa pelayanan.
4. Membuat perbandingan dengan instansi lain yang sejenisnya.

Sementara itu agar pelanggan yang sudah ada, tetap setia bahkan membuat suatu publikasi maka satu kunci lagi berikan kualitas pelayanan yang lebih baik daripada pesaing, sehingga pelanggan merasa puas.***

8 Marketing menggoda,PR dicuekin

Sebagai seorang mahasiswa, saya merasakan betapa hebatnya gaung ilmu marketing di segala bidang usaha akhir-akhir ini. Bahkan pekerjaan di bidang marketing menjadi prestisius dan banyak diminati anak-anak muda. Asosiasi profesi di bidang marketingnya sangat eksis, terutama di Yogya. Setelah saya mengetahui kolom yang bapak asuh, saya jadi bertanya-tanya lantas apa sih pentingnya ilmu public relations itu sendiri (maaf, saya memang masih awam) terutama dalam sektor bisnis hingga sampai disejajarkan dengan marketing. Terima kasih atas penjelasannya.
Uut, mahasiswa PTS di Yogyakarta.
Anda bersama saya saat ini sedang melihat bersama “booming” marketing. Kehebatan marketing sudah menjadi trend jaman oleh karena berkembangnya konsep mass production yang diikuti dengan mass consumption (produk melimpah dan daya beli terus meningkat). Kelahiran teknologi menjadi segalanya terus berlangsung, bahkan studi marketingpun terus berkembang sejalan dengan temuan teknologinya. Seperti Era multimedia dewasa ini melahirkan konsep-konsep baru di bidang marketing, yaitu telemarketing, virtual marketing dll.
Marketing menjadi hebat pada saat pihak produsen untung dan konsumen puas. Ia menjadi jembatan yang menarik di mata calon konsumennya. Ia punya senjata iklan, promosi penjualan, sponsorship dan sejenisnya yang digunakan untuk memukau calon konsumen, agar tanpa sadar ataupun dengan kesadaran penuh mau mengkonsumsi produknya. Senjata itu terus diasah dengan sarana bahasa yang bersifat persuasive/membujuk, kadang menggurui ataupun “mengajak lengah”. Seperti halnya lagu Terlena, membawa konsumen asyik menikmati dan puas. Lebih hebat lagi kalau bisa menimbulkan ketagihan atau melahirkan konsumen yang loyal.

Trend Baru

Itulah marketing, menggoda siapa saja. Namun anda pasti tahu perusahaan Coca Cola, IBM, Astra Group dan Citibank. Apa yang kita lihat ? Ternyata perusahaan-perusahaan tersebut sudah berpikir jauh kedepan bahwa membina hubungan agar usahanya bisa sukses tidak hanya berurusan dengan konsumen atau marketing an sich, tetapi dengan seluruh stakeholder (pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan). Hubungan yang terjadi tidak hanya berorientasi jangka pendek (orientasi pada target penjualan) namun kelangsungan usaha dimengerti sebagai kesatuan dan keserempakan tindakan bersama. Seperti di Astra kita kenal konsep Good Corporate Governance, yang membicarakan bagaimana perusahaan dapat mencapai tujuan dengan memperhatikan para stakehodernya, termasuk karyawan dan masyarakatnya. Astra tidak segan bicara soal fairness (kejujuran),transparancy (keterbukaan), accountability dan responsilibility (bisa dipertanggungjawabkan) berkenaan dengna semua kiprahnya.
Sementara itu perlu disadari bahwa marketing hanya bisa sukses pada situasi normal dengan mengabaikan atau menjadikan konstan variabel stakeholder yang lain. Contoh ambruknya Ajinomoto, tidak bisa ditolong dengan strategi marketing manapun. Terseoknya Mobil Timor, tidak bisa disembuhkan dengan marketing, walaupun produknya bagus dan punya nilai. Mengapa ? Semua persoalan itu menyangkut understanding (pemahaman), disinilah peran public relations (PR) sebagai sebuah jantung dalam perusahaan yang harus mampu mengalirkan darahnya keseluruh organ yang ada di dalamnya agar semua komponen dapat berjalan secara serempak.

PR bukan senjata kuratif.
PR bukanlah senjata yang bersifat kuratif (menyembuhkan persoalan). Ia merupakan kajian ilmiah yang menyangkut pengelolaan komunikasi efektif dalam sebuah organisasi (tidak hanya di bisnis saja), dengan tujuan terwujudnya arus pesan yang imbang (menyenangkan), menumbuhkan pemahaman dan melahirkan kesan/citra yang positif. Dampak barikutnya adalah melahirkan dukungan dan partisipasi, seperti PR dalam partai politik hubungannya dengan para pemilihnya atau PR pemerintahan kota/pemda dalam hubungannya dengan persepsi masyarakatnya, investor, wisatawan dan stakeholder lainnya.
Lantas apa senjata PR ? Senjatanya adalah media (bisa berupa media masa, media interpersonal, event dan creative activity). Sedangkan cara mengasahnya adalah dengan pesan yang bersifat informatifve, lengkap, tidak menimbulkan interprestasi ganda dan menimbulkan gairah positif. Disinilah PR akan bekerja dengan berbagai pihak dengan selalu mengembangkan sis art-nya juga.
Konsep PR juga mengembangkan kesadaran dan ruh PR kepada segenap karyawannya agar layanan kerjanya di semua lini bisa menghasilkan citra yang positif bagi siapapun. Sehingga problem SDM adalah mewujudkan SDM yang mampu ber PR, baik untuk kepentingannya sendiri maupun kepentingan perushaan.***

9 Bagaimana “Menjual Diri” Itu ?

Salam sejahtera buat Pak Wied. Saya mempunyai problem yang sangat menjengkelkan yaitu setiap menjalani test wawancara yang terakhir selalu gagal, padahal pada test yang pertama ataupun kedua biasanya lolos. Dimanakah letak kesalahannya, atau apakah dalam era reformasi ini masih tetap berlaku “sogokan” sehingga kekalahan saya pada hal yang sangat tidak saya suka. Disisi lain, apakah saya masih perlu mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan cara menghadapi wawancara ? Maaf, problemnya cukup banyak. Terima kasih atas tanggapannya.
YS, di Purwomartani Kalasan Sleman.

Saya sangat menyadari problem anda, tetapi sekaligus bangga anda termasuk orang yang tidak mudah menyerah. Namun demikian, energi yang anda keluarkan untuk melamar kerja jangan anda hambur-hamburkan begitu saja agar stamina dan idealisme anda dalam mencari kerja tetap terjaga. Jauhkan pikiran negatif anda bahwa melamar kerja itu harus dengan menyogok, sebab pikiran itu justru akan menghambat kemampuan anda dalam menghadapi setiap test.
Pada prinsipnya melamar kerja itu adalah upaya menjual potensi diri yang anda miliki kepada pihak lain. Persoalan kualitas (quality) berkait dengan kecakapan tehnis yang anda miliki perlu diasah setiap saat, packaging terhadap diri anda yang berupa atribut penunjang penampilan diri perlu anda perhatikan secara cermat dan persoalan harga (price) yang anda tawarkan dalam bentuk gaji yang semestinya dibayarkan oleh perusahaan jangan sampai disalah mengerti oleh pewawancara serta kemampuan dalam mempresentasikan diri secara benar akan sangat menentukan tingkat keberhasilan anda dalam mengadapi sebuah wawancara. Dan, pada sisi inilah sebenarnya sebuah pelatihan ini dirasa penting.
Menghadapi wawancara tidak sama dengan menghadapi ujian pendadaran. Intelektualitas saja tidak bisa menunjang keberhasilan dalam wawancara, terlebih lagi apabila lowongan yang ditawarkan mempunyai kriteria yang justru sifatnya umum. Lantas apa yang mesti ditempuh ? Pertama, bangunkan rasa percaya diri anda secara rasional terlebih dahulu. Kedua, buatlah perencanaan dalam melamar. Jangan asal ada lowongan anda kirimkan surat lamaran, tetapi cobalah tengok kriteria tersebut apakah cocok buat diri anda agar supaya anda bisa hemat segalanya. Apabila setiap ada lowongan anda kirimi lamaran, ini menandakan bahwa anda kurang percaya diri dan hanya bermain untung-untungan.
Setelah menghadapi beberapa test tertulis, kemudian anda sampai pada test wawancara maka hadapilah setiap test wawancara itu dengan perasaan tanpa beban. Tentu, anda akan merasa lebih PD lagi manakala olahan dari pelatihan yang anda ikuti sudah anda kuasai. Meskipun demikian pola-pola dalam setiap wawancara di masing-masing institusi mempunyai corak yang beragam sehingga kesiapan textbook saja tidak cukup. Pelajari trik-trik dalam menjawab pertanyaan secara personal.
Problem anda gagal dalam test wawancara yang terakhir ini menandakan bahwa anda ternyata lemah dalam melakukan sinkronisasi dan eksekusi secara pas dengan perusahaan. Wawancara terakhir itu dalam bahasa marketing sama halnya dengan masuk dalam tahapan “action” / terjadi transaksi. Disinilah point-point prinsip yang biasanya dilakukan langsung oleh top management tidak bisa anda tangkap secara benar sehingga perusahaan merasa tidak yakin dengan anda.
Wawancara terakhir biasanya tidak menyangkut pada kecakapan tehnis dan tampilan artificial. Wawancara akhir lebih bersifat peneguhan keinginan dan cita-cita anda dalam bekerja, sehingga jangan salah ucap. Pahami bahwa anda menjadi pusat perhatian bagi para pewawancara apa yang anda lakukan tidak lepas dari perhatiannya. Oleh karena itu agar anda berhasil dalam wawancara jauhkan sifat sombong dan GR karena kedua sifat itu akan mudah ditebak oleh pewawancara. Pelajari cara berkomunikasi yang sopan tetapi mantap agar kharakter pribadi anda bisa tercermin disana. Selamat mencoba semoga sukses.***

10 Misteri Perilaku Konsumen

Akhir-akhir ini saya kerapkali membaca berita di majalah ekonomi/bisnis yang mengulas kegairahan perusahaan untuk memahami siapa sebenarnya konsumen produknya dan bagaimana perilaku konsumennya, sampai-sampai perusahaan tersebut berani menyisihkan dana yang cukup banyak untuk itu. Supaya paham bahwa konsumen memang menjadi penentu kelangsungan usaha, tetapi sedemikian sulitkah memahami konsumen itu? Mohon tanggapan dari pak Wied.
DN, Staf marketing perusahaan jasa di Yogya

Dari pertanyaan yang anda ajukan, saya mencoba memahami persoalan perilaku konsumen sebagai sebuah misteri. Artinya, bahwa dalam kehidupan dan gejolak konsumen itu sebenarnya gampang dibuat asumsi-asumsi teorinya, namun probabilitas kecocokan asumsi yang kita buat dengan kenyataan di lapangan itu seringkali berada diluar pertimbangan nalar sehingga kerap menjadi sebuah misteri (black box consept).
Mari kita pahami bahwa sebuah perilaku konsumen itu sebenarnya tidak terjadi secara langsung dan tiba-tiba. Perilaku itu adalah hasil dari serangkaian proses komunikasi menusiawi yang terjadi dalam diri konsumen. Sebagai contoh dalam pendekatan klasik dinyatakan bahwa Expenditure is a fungction of income, apabila pendapatan (income) seseorang naik maka perilaku membelinya juga akan naik. Pendekatan ini menunjukkan bahwa perilaku pembeli seolah-olah hanya dipengaruhi oleh pendapatan. Namun pengalaman di Amerika pada waktu itu tidak terbukti, yaitu pada masyarakatnya mulai makmur ternyata tetap saja “expenditure” atau tingkat konsumsinya tidak naik.

Membangun Ekspektasi
Apa yang aneh ? Ternyata pola konsumsi masyarakat terhadap sebuah produk tidak bisa didekati hanya dengan perspektif ekonomi semata. Pada saat itulah para ahli dari perspektif perilaku mulai mempelajari bagaimana seseorang itu menggunakan uang yang telah diperolehnya dan bagaimana ekspektasi atau penghargaan masyarakat terhadap suatu produk itu bisa dilahirkan. Ia akan punya keinginan membeli (willngness to buy) secara positif bilamana dalam dirinya terbangun rasa optimis. Ia percaya ia punya pendapat yang pasti, besok akan bisa memperoleh pendapatan atau kegunaan yang lebih baik dan bahwa ekonomi masyarakat secara makro berkembang secara positif. Sebaliknya sikap optimis tersebut bisa menjadi pesimis manakala kondisi ekpektasi tidak mendukung. Terjadilah siklus perilaku yang bergelombang dan sulit diramalkan.
Gambaran nyata bisa kita saksikan pada perilaku konsumen lembaran dollar AS dan perilaku eksekutif kerah putih di Bursa Efek (BEJ/BES) sekarang ini benar-benar diluar kendali pendekatan normative, sehingga Empu ekonomi nasional kita selalu ketemu “misteri”. Selama ini kita hanya bisa menyalahkan konsumen, seperti pada waktu yang lalu Pak Soros sepertinya menjadi “Butho Terong” yang bisa punya aji linuwih. Padahal sebenarnya adalah persoalan pemahaman ekspektasi konsumen dimana setiap orang punya ekspektasi yang terwujud dalam perilakunya

Jangan terjebak !
Dalam tataran teoritis, perilaku konsumen akan ditentukan oleh factor budaya clas social, refleksi kelompok, keluarga dan kharakter individunya. Namun terkadang kita lupa bahwa dalam perilaku konsumen sering terjadi seseorang itu sudah menggunakan suatu produk setelah itu baru sadar dan berfikir terhadap produk tersebut sehingga dikatakan perilaku konsumen non-keterlibatan tinggi. Mottonya adalah: coba dulu baru pikir untuk beli ! Tentu saja, ada juga perilaku yang bersifat keterlibatan tinggi atau disadari secara penuh oleh konsumen maupun perilaku yang sudak menjadi habit/ kebiasaan tanpa ditopang nalar kritisnya.
Keragaman perilaku konsumen tersebut mempunyai dimensi yang komplek dan unik, namun setiap perusahaan ternyata wajib untuk bisa mengelolanya. Terlebih lagi apabila dikatakan dengan sepak-terjang marketing yang selalu mematok dengan bahasa target. Problem inilah yang seringkali menjadikan perusahaan mau membeli informasi hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konsumen dengan harga yang mahal. Tetapi Ingat, sebuah misteri perilaku konsumen tidak mungkin terjawab oleh data angka penelitian kuantitatif yang kering dengan makna dan interpretasi. Independensi dan “trust” lembaga pengolah data perlu terus diuji dan tidak asal made in asing. Akhirnya misteri itu perlu di topang dengan usaha total dan doa yang tulus. ***

11 PR Itu Intangible
tetapi Measurable

Di alam industrialisasi, setiap orang selalu dihadapkan pada situasi kerja yang baku, rigid dan menuntut tindakan yang selalu professional di bidangnya masing-masing. Tanpa disadari hampir semua institusi usaha terjebak pada pola kerja mekanis, sehingga pegawainya sering mengalami kejenuhan ataupun “keterasingan” dan akibatnya produktifitas menurun. Pandangan yang mekanis tersebut sepertinya mengabaikan aspek SDM, yang sebenarnya sangat berperan bagi kelangsungan usaha.
Pendekatan yang humanis menjadi perlu, untuk menunjang penampilan kerja yang prima dan menyenangkan bagi karyawan. Di sinilah public relations menjadi peNting bagi siapapun dan organisasi apapun. Strategi PR akan berguna dalam mengatasi persoalan Budaya Perusahaan, Kinerja Perusahaan, Gaya kepemimpinan sampai pada upaya memperkokoh strategi bersaing bagi sebuah perusahaan.
Walaupun wujud atau tampilan PR itu sepertinya Intangible (tidak kasat mata) namun efek dalam kehidupan sehari-hari bias dirasakan oleh siapapun dan bisa diukur (measurable) akibat yang ditimbulkan. PR menjadi persoalan serius bagi perusahaan yang sudah peduli dan peka terhadap krisis kualitas SDM-Plus, artinya SDM yang tidak sekedar cakap secara tehnis namun plus kemampuan ber-PR, yang penting bagi interaksi dan dinamisasi kinerja perusahaannya. Seperti seorang satpam tidak sekedar bertugas mengawasi demi keamanan, tetapi tampilan layanan yang prima menjadi penting untuk diperhatikan juga. Semua bagian dituntut bisa memberikan tambahan kontribusi yang lebih baik bagi kepentingan perusahaan.
Pembekalan SDM-Plus tersebut bukan menjadi barang istimewa lagi, namun sudah menjadi tuntutan dasar bagi perusahaan-perusahaan yang peduli dengan problem PR dalam terminology manajemen, tanpa membedakan skala (besar-kecilnya perusahaan) ataupun jenis usahanya (pabrikan maupun jasa) ***

12 Bersiaplah Menjadi Pemenang

Setiap menit kita selalu beraktivitas, berkreasi dan berinteraksi. Sadarkah bahwa setiap waktu itulah kita berkompetisi, selalu bertanding dengan diri sendiri dan terutama dengan orang lain. Tentu tidak, tidak hanya anda yang masih sekolah atau para politikus. Sebagai Ibu rumah tanggapun anda dituntut untuk bisa menang setiap saat. Bayangkan waktu belanja, saat dibujuk anak minta ini-itu, menghadapi sales door to door atau menghadapi rayuan suami ; selalu saja perlu diingat; anda harus menang.
Hitunglah, berapa kerugian yang anda terima pada saat anda selalu menjadi pihak yang kalah? Rugi waktu, energi, pikiran, uang dan relasi, ujung-ujungnya stress tak bisa terkendali dan tujuan hidup bisa keluar dari rencana semula. Bersyukurlah, apabila kita sadar akan kerugian yang harus diperoleh. Sebab masih banyak orang yang tidak merasa rugi dan selalu berdalih “rugi itu kan relatif dan menurut kamu saja”, inilah awal masalahnya.
Peter Urs Bender, seorang ahli public speaking dari Toronto mengatakan “untuk mengubah cara berpikir seseorang maka ubahlah lingkungannya.” Artinya orientasi berpikir kita itu sebenarnya sangat ditentukan oleh lingkungan dimana kita berada. Apabila kita ingin maju dan punya achievement (N-Ach) yang tinggi, tidak bisa tidak lingkungan tetap menentukan. Belilah lingkungan itu agar kemenangan bisa lebih diharapkan, karena persepsi dari lingkungan terhadap diri anda akan menjadi pembimbing dan social control bagi perilaku anda.

Efektifkah anda ?
Kemenangan dalam setiap tindakan bisa ditandai dengan sejauhmana anda mampu bersikap, berucap dan ertindak secara efektif. Sehingga pemborosan tidak hanya berlaku secara ekonomis organisasi saja, namun sebuah aktifitas diripun perlu dievaluasi tingkat pemborosannya. Terlebih kita mulai hidup dijaman kesejagatan dimana “teknologi dan informasi” yang membawa akselerasi ataupun percepatan dalam setiap perubahan (tidak membatasi tempat dan waktu).
Efektif pada hari in, bisa menjadi tidak efektif di hari esok. Tentu saja efektifitas ini jangan dipandang secara matematis kuantitatif saja, namun juga perlu dilihat dari sisi kualitasnya. Anda dikatakan menjadi pemenang manakala dalam setiap beraktifitas, berkreasi maupun berinteraksi; tujuan (goal) maupun sasaran (objective) yang anda tetapkan dapat tercapai. Oleh karena itulah konsep perencanaan harus pula melekat pada setiap individu. Tinggalkan jauh-jauh konsep fatalistic (pasrah ngalah), dimana factor X yang dianggap segala-galanya dan selalu dijadikan alasan terhadap berbagai bentuk kegagalan. Hidup, seolah-olah berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian, padahal alam informasi itu cirinya adalah alam yang lebih mendekatkan sebuah kepastian dan mengurangi ketidakpastian (uncertainty).

Menang itu tidak tabu

Sering kita dididik untuk selalu “ngalah” dan kebersamaan itu segala-galanya bahkan dalam bahasa penataran dikenal slogan keselarasan, keserasian dan keseimbangan (3K). Namun oleh para ahli aliran kritis, sebenarnya itu hanya dijadikan kedok saja untuk bisa melanggengkan sebuah kekuasaan, apapun wujudnya.
Rasanya orientasi berkompetisi sudah saatnya digelorakan dalam seluruh aspek kehidupan. Dan, apabila anda mampu memenangkan sebuah kompetisi maka anda berhak disebut sebagai pemenang. Menang itu tidak tabu. Tentu saja, berbagai keuntungan bisa diperoleh dan bisa bermanfaat – tidak hanya untuk anda pribadi saja, Indikator seorang ibu yang memenangkan kompetisi adalah apabila kemenangan yang ia peroleh bermanfaat bagi keluarga dalam arti luas.
Oleh Shakespeare dikatakan bahwa “ Dunia ini adalah panggung sandiwara, dan pria serta wanita adalah pemainnya. Bagi mereka, ada saat masuk dan saat untuk keluar; dan seorang manusia dalam hidupnya memainkan banyak peran”. Dengan demikian, setiap peran yang sedang dijalankan, anda dituntut selalu berpikir “to do our best ” agar kemenangan bisa diraih.
Adapun aspek dasar yang perlu dipertimbangkan adalah situasi lingkungan, perlengkapan yang tersedia, bahasa tubuh yang bisa menunjang interaksi maupun kemampuan komunikasinya (Oral communication skill) yang anda miliki. Cobalah anda latih dan kelola secara professional agar kemenangan dan kesuksesan bisa anda pindahkan dari dunia mimpi anda kedalam realitas kehidupan anda.***

13 Membangun Komunikasi
dan Citra Positif

Di dalam kehidupan masyarakat yang makin maju, para pemimpin dan pengelola usaha kerapkali disibukkan dengan berbagai hal yang terkadang dipandang sepele atau malah diremehkan, yaitu masalah citra, yang memang bersifat Untouchable but Measurable (tiak bisa disentuh dan kasat mata tetapi bisa dideteksi dan bisa diukur).
Dalam praktek bisnis, problem citra bisa menyangkut pada sisi citra performance SDM secara keseluruhan, citra mengenai produk maupun citra corporate nya yang seringkali bisa merepotkan pihak manajemen, apalagi apabila membawa implikasi yang destruktif.
Biasanya setelah peristiwanya terjadi, ia terpaksa harus mengeluarkan energi ekstra untuk merespon masalah yang muncul secara tergesa-gea namun harus mampu memadamkan api “problema” tersebut secara professional. Inilah sebenarnya persoalan miss communications dan miss perceptions yang setiap saat dapat terjadi dalam perusahaan namun kebanyakan masih ditangani secara kuratif dan sporadic.
Pertanyaannya, apakah selama ini Management by accident yang kemudian ditempuh itu bisa sukses menangani berbagai persoalan yang terjadi atau sekedar penyelesaian gaya tambal sulam yang retoriknya cukup nyaring tetapi tidak membekas di benak pihak-pihak yang terlibat? Atau kemudian minta jasa konsultan secara dadakan untuk mengobatinya. Disinilah rasanya penerapan strategi audit komunikasi yang terencana di dalam sebuah perusahaan perlu dibangun dan ditumbuhkembangkan secara berkesinambungan.

Citra Diri dan Citra Corporate
Kasus citra yang patut dicermati di dalam tataran individu, misalnya kita lihat rusaknya citra diri seorang pimpinan perusahaan, karena ulahnya yang tidak terpuji di luar pekerjaannya. Namun implikasinya jelas bisa masuk dalam khasanah kerjanya sehingga ia akan mengalami situasi serba salah dan kredibilitas dirinya menjadi dipertanyakan kembali oleh berbagai pihak, akibatnya tentu saja tidak menguntungkan bagi perusahaan.
Namun demikian, bagi siapa saja yang sudah berani hidup di dunia ini sebenarnya juga pasti akan mengalami penilaian berkenaan dengan citra diri kita dimata orang/pihak lain. Persoalannya, apakah citra diri yang terbentuk itu positif dan menunjang pengembangan apresiasi diri kita, baik dalam pergaulan sosial ataupun di lingkungan kerja? Apalagi pada saat kita punya posisi, rasanya sorotan akan menjadi lebih banyak dan lebih bervariasi dimensinya. Inilah realitas citra diri yang mesti disadari. Hanya saja respon yang dilakukan jangan berlebihan, agar supaya pengorbanan yang harus dikeluarkan tidak terlampau tinggi. Auditlah respon anda.
Disamping itu di dalam level corporate, contoh actual adalah adanya aksi demo menuntut THR bagi sekelompok karyawan di beberapa perusahaan menjelang hari lebaran yang lalu, yang kemudian diekspose secara besar-besaran oleh media massa. Tentu, situasi tersebut bisa mencoreng Citra perusahaannya. Sehingga energi yang harus dikeluarkan untuk merespon menjadi berlebihan dan akhirnya daya tawar serta positioning perusahaan menjadi rendah.
Mengapa isu semacam itu harus meletus ? Secara teoritis sebenarnya gejala itu sudah bisa dideteksi lebih dini oleh manajemen (melalui proses fact finding di dalam departemen Public Relations). Barangkali inilah contoh menyepelekan wujud Citra Relationship yang perlu dibangun di dalam perusahaan. Dimana citra dapat terbangun melalui proses komunikasi dua arah yang kemudian mampu dipersepsi secara pas oleh segenap pihak yang terlibat.

Tinggalkan Pendekatan Kekuasaan
Persalan yang dipandang remeh manajemen tersebut biasanya disebabkan oleh karena adanya pendekatan kekuasaan vs kepatuhan. Selama puluhan tahun kita memang telah hidup dalam bayang-bayang kekuasaan yang powerfull dan otoriter dalam segala aspek kehidupan, sehingga culture itu terbawa pula didalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di dalam perusahaannya. Bahkan menurut seorang antropolog, Prof. Nico Kalangie (UI) sampai saat inipun perusahaan di Indonesia memang belum mampu membangun Corporate Culture (CC) yang sebenarnya, termauk perusahaan yang bertaraf MNC (Multi National Corporation) pun yang beroperasi di Indonesia. Ternyata nilai-nilai budaya setempat masih mempengaruhi budaya kerjanya, termasuk mental KKN ataupun berbagai “solusi bisnis jalan pintas”.
Pola penyelesaian konflik (model kuratif) biasanya dimulai dengan pendekatan structural organisasi (penyelesaian intern perusahaan), apabila belum terselesaikan dilanjutkan pendekatan “militeristik” yang cenderung sebagai modus untuk menakut-nakuti (sekarang orang tidak gampang takut lagi dengan gaya militeristik) sampai pada pendekatan hokum formal yang jalannya panjang dan justru melelahkan serta menghabiskan waktu maupun biaya. Yang untung malahan pihak ketiga.
Pendekatan komunikasi dalam bentuk kesetaraan dalam perspektif komunikasi manajemen dan berbagai program lobby – negosiasi sebagi kegiatan preventif, rasanya sudah saatnya terus dibangun secara berkesinambungan. Situasi ini berlaku untuk semua jenis usaha terutama sekor yang memang rentan terhadap krisis ( baik dari sisi internal maupun eksternal). Seperti misalnya perusahaan jasa yang mengutamakan cutomer service edcellence, perusahaan pabrikan yang melibatkan banyak tenaga kerja ataupun toko-toko besar yang mempekerjakan frontliner dengan taraf pendidikan yang relatif rendah.
Tolok ukur keberhasilan membangun citra diri yang positif, manakala kita mampu melakukan komunikasi seara efektif dan adaptif; tidak hanya sekedar bisa melakukan komunikasi sepert halnya seorang bayi yang baru lahir-hanya bisa menangis. Sementara itu oleh Frank Jefkins (1992), upaya membangun citra Icorporate (corporate image) adalah apabila perusahaan mampu mempresentasikan dirinya di depan publik secara berhasil, baik dalam sisi latar belakang sejarahnya, kualitas pelayanan yang prima, keberhasilan marketing dan tanggung jawab sosialnya (social care) Mari kita coba secara bertahap.***

Oleh: widodomuktiyo | Juni 30, 2008

Komunikasi merupakan modal utama pemasaran

Keberhasilan usaha seseorang ditentukan oleh kualitas komunikasi dengan klien atau customer. Jika praktisi pemasaran mampu menjelaskan dengan bahasa komunikatif, banyak orang akan paham dengan apa dimaksud. Itulah yang menjadi kunci sukses pemasaran.

Selain kepribadian yang menarik dan kemampuan membaca pihak lain, praktisi pemasaran harus memiliki 4 hal pokok, yaitu penampilan menarik, sikap perhatian pada customer, keterampilan  komunikasi dan kecakapan mengambil kesempatan.
“Untuk mencapai sukses, perlu juga kemampuan membaca keinginan orang lain. Inilah yang paling penting,”

Citra Publik Seorang praktisi pemasaran, juga dituntut untuk menjadikan produknya top of mind di mata publik, selain kemampuan menangkap citra publik. Jika keempat hal tersebut telah dikuasai, pada akhirnya seorang praktisi pemasaran berhasil membangun citra merek.
“Modal dasar membangun citra merek ya dari keempat hal itu,”
contoh, dalam hal pemasaran buku, ia menyarankan tidak memberikan terlalu banyak potongan harga kepada customer. Jika hal itu dilakukan terus menerus, customer justru bisa beranggapan buku tersebut bisa dibeli dengan harga rendah.
“Praktik seperti ini yang justru akan merugikan diri sendiri jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan harga. Customer tentu akan lari karena dininabobokan oleh diskon. Yang perlu dilakukan, praktisi pemasaran harus menjaga kesinambungan interaksi,”

Widodo Muktiyo

 

 
Oleh: widodomuktiyo | Juni 30, 2008

Halo dunia!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Kategori